Seperti tulisan yang pertama, tulisan yang ini sangat kental dengan pengalaman pribadiku.
Beberapa hari lalu, tiba-tiba di milis yang kuikuti ada seseorang yang menggunakan istilah ‘agak aneh’ untuk mengacu ke homoseksual. Aku yang akhir-akhir ini jarang mengikuti diskusi di milis tidak begitu tertarik mengomentarinya (lantaran masih sibuk nulis buat lomba blog). Namun tatkala ada seseorang lain mengomentari dengan nada agak tersinggung—aku langsung ‘membacanya’ bahwa orang ini tersinggung beronya (istilah yang biasa dipake Abang untuk jailin aku kalo aku sedang ngambek LOL) karena dia tersinggung secara personal—aku menyempatkan diri menulis komentar, untuk mendukung dia yang sedang tersinggung beronya, LOL, begini:
Bahkan di zaman globalisasi ini, dimana orang-orang menganggap diri sebagai bagian dari zaman modern (tepatnya post modern harusnya), masih buanyaaaaaaaaaaaakkkkk orang-orang yang melihat homoseksualisme sebagai sesuatu yang aneh. Padahal hal ini sudah terjadi selama berabad-abad ... Orang-orang masih mau dikuasai oleh segelintir kekuatan yang mengatakan bahwa homoseksualisme melawan takdir, hanya segelintir, namun kekuatannya menghegemoni dunia sangat dahsyat--lewat agama.
Salam,
Nana
Trus aku off.
Beberapa jam kemudian Abang sms, “Na, L sautin kamu tuh, tapi sepertinya dia salah nangkep. Ga nyambung!”
Weleh, kok malah begitu kejadiannya? Aku mendukung dia, dia malah menyerangku?
“Kok gitu Bang? Wah repot deh ngomong sama orang yang engga nyambungan. LOL. Emang kalimatku sulit dipahami yah? Wah, tapi kan Abang udah biasa dengan caraku menulis kalimat?” jawabku ke Abang.
“Yang kacau tuh dia! Bukan kamu!” jawab Abang.
Waduh, kok jutek gitu jawabannya Bang? Wakakakaka ...
Beberapa hari lagi waktu aku online, aku membaca tulisan L yang tersinggung, hasil dari salah nangkepnya dia atas tulisanku. LOL. Aku super heran darimana dia menghasilkan interpretasi yang seperti itu, menuduhku narrow-minded, dll. Karena aku males nulis panjang lebar, akhirnya kuberi aja link ke tulisanku (seperti yang kutulis di atas), sembari tak lupa kukatakan kepadanya that he MISREAD alias MISINTERPRETED what I wrote. Terus, kepada si ‘pemantik’ api diskusi—yang pertama kali menyebut kata ‘aneh’ untuk mengacu ke homoseksual—aku juga menulis sesuatu. :)
Hari Rabu, 05 September 2007 waktu Abang keluar jailnya minta kutraktir (karena aku menang lomba blog) lewat sms, aku iseng nanya, “How is RKB Bang?”
“RKB is waiting for you.”
Wah ... jadi rame nih di milis yang selama ini adem ayem aja, bener-bener home sweet home, LOL, yang tentu bikin bosen bagi miliser yang hobbynya berantem di milis. LOL. Aku yang nampaknya dilahirkan dengan sisi femininitas yang lumayan kental—contoh: mudah capek berantem LOL—merasa agak males sebenarnya membuka tulisan-tulisan yang ikut nyautin topik itu. Tapi Abang yang sedang online pula di belahan bumi Selatan sana mendukungku.
“Bang, gara-gara aku nyautin L suasana RKB jadi agak memanas ya?” aku (agak) mengeluh. (Tapi, tentu dia tidak tahu kalau aku mengatakannya dengan nada mengeluh. LOL. Setelah ini dia akan tahu. Wakakakaka ...)
“Gapapa Na, terlalu adem kan bosen?”
There he was!!! Yang ngaku suka ngajakin taruhan. Hahahaha ... (“Berani taruhan apa bahwa manusia kerdil itu tidak pernah ada?” Adalah contoh taruhan terakhir yang dia sebut sekitar sebulan lalu.)
Aku tidak menemukan tulisan L untuk nyautin tulisanku kepadanya yang mengatakan padanya bahwa dia telah SALAH membaca tulisanku. Dia malah nyautin tulisan seseorang yang bercerita tentang seorang temannya yang mengeluh karena anak laki-lakinya ternyata homo, sebagai seseorang yang open-minded. Weleh ... LOL. Untuk ini, Abangku nyautin tulisannya begini:
L,
Yes O is very well known for her open minded. So does most other members, including Nana, An and R. We value everyone's right without exception, regardless their religion, ethnic, gender, and private life.
Your respond to Nana is an act of defense, thinking of being criticized, which caused you to misinterpret it badly. You do owe her something for your statement:
"but if we (dari segelintir manusia atau group) don't start to open your mind, are you still going to live with them? kalau saya akan jawab NO!!!"
Why do you have to open their mind? Millions of them!
Let me give you my 2 cents thought, 'be your self'. Means do not easily influenced by false remark (if any). Freedom of speech does exist. There is nothing you can do as long as not physically addressed to you.
Find peace in your self, not in other's, then you should live better.
Kind regards,
A.
Abangku yang super jail itu keren kan cara berpikirnya? (yang merasa disebut, boleh blushing. LOL.)
Pertama, seperti yang kutulis di atas, ketersinggungan L atas kata seseorang ‘aneh’ sudah kubaca sebagai dia tersinggung karena dia adalah seorang homo, dan dia tidak terima dianggap aneh. Abang pun ‘membacanya’ dari respons L ke tulisanku, merasa kukritik, dia langsung ‘membela diri’. Merasa kukritik, dan buru-buru membela diri menghasilkan misinterpretasi.
Tahu ga, dari tulisan itu, aku jadi ingat tulisanku—tentang gender—di sebuah milis sekitar satu tahun lalu. Merasa dikritik, aku membaca tulisan Abang tidak thorough, aku maunya langsung defended myself, sehingga aku memulai sautan itu dengan, “Abang yang jelek...” wakakakaka ... Dan dengan nice-nya, dia membalas sautan itu dengan, “Nana yang sama sekali tidak jelek...” wakakakakaka ...
Dari chat-chat kita, juga dari diskusi panjang-panjang kita lewat email berpuluh-puluh ribu kata (kita saingan melulu siapa yang bisa lebih panjang menulis dalam waktu singkat. FYI, AKU KALAH. Hahahaha ...) aku telah banyak belajar dari Abang untuk percaya dengan pandangan hidupku sendiri. BE MYSELF, dan jangan mudah menggunakan jurus defensif yang ba bi bu tanpa pemahaman situasi yang matang.
Kedua, “be yourself” means do not easily get influenced by false remark (if any).
Aku ingat tatkala aku ‘menguliahi’ seorang teman tentang pemahaman gender dan Islam, temanku yang beragama Nasrani namun suaminya beragama Islam ini, sekitar lebih dari satu tahun yang lalu. Tatkala dia pulang dan bercerita tentang diskusiku dengannya kepada suaminya, suaminya bilang, “Kamu tuh kok gampang dipengaruhi orang? Lah yang kamu percaya tentang peran seorang perempuan dalam budaya kita itu apa? Jangan cuma dengerin ocehan Nana, trus menelannya bulat-bulat. Kamu harus punya pendirian sendiri.”
Temanku yang lebih open-minded dan broad-mided dibanding suaminya yang bagiku merupakan korban brain-washed keluarganya diam saja. Yang aku lihat, temanku itu cinta mati kepada suaminya kayaknya. :(
Nasihat Abang itu juga pas buatku. “Be a feminist if I do abide by this ideology. Don’t let others ruin my principle.” Seperti yang kutulis di atas.
Lomba Blog telah usai. Dan tulisanku pun kembali sangat personal. (Another scapegoat ... hahahaha...)
PT56 00.12 060907
I guess “Yang kacau tuh dia! Bukan kamu!” kurang :-), jadi seharusnya 'kamu! :-)'
BalasHapusOtherways, it doesn't make sense.
a
Huehehehe ... you forgot to type :-) at that time. LOL.
BalasHapus