Cari

Senin, Juni 02, 2008

Ketoprak Putri Cina



Acara puncak untuk merayakan Hari Kebangkitan Nasional yang keseratus tahun di Semarang adalah pertujukan KETOPRAK PUTRI CINA, yang diselenggarakan di tempat terbuka, di atas replika kapal Cheng Ho, yang terletak di seberang Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, Semarang. Gang Lombok terletak tidak jauh dari Gang Warung, lokasi penyelenggaraan WAROENG SEMAWIS tiap hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Gang Lombok dan Gang Warung terletak di kawasan Pecinan kota Semarang.


Acara pertunjukan KETOPRAK PUTRI CINA dibuka oleh dua orang MC, yakni Bayu Krisna dan Citra, sekitar pukul 19.00 setelah walikota Sukawi Sutarip beserta istrinya datang ke lokasi, dibarengi dengan beberapa pejabat lain, seperti Bupati Kudus, HM Tamzil, mantan rektor UNDIP, Eko Budiharjo, dan beberapa budayawan lokal, seperti Djawahir Muhammad, Timur Sinar Suprabana, dll.


Acara dibuka dengan penampilan paduan suara dan tari RAMPAK oleh para siswa SD dan SMP dari TPA (Tempat Pendidikan Anak) Khong Kauw Hwee “Kuncup Melati”, sebuah yayasan yang menawarkan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga yang kurang mampu. 


Acara berikutnya adalah pembacaan puisi oleh Sinto Sukawi. Sinto membacakan puisi yang dia tulis sendiri, tentang kecintaannya pada kota kelahirannya, Semarang. Kemudian sambutan oleh ketua panitia Harjanto Halim, dua sambutan yang lain, yakni Wali Kota Semarang, dan Gubernur Jawa Tengah, yang dibacakan oleh seseorang yang mewakili Ali Mufiz karena pada waktu itu, beliau belum hadir. 


Acara selanjutnya adalah pembacaan puisi. Pertama Beno Siang Pamungkas. Penampilan Beno diikuti dengan penampilan Eko Budiharjo, membawakan puisi yang dia beri judul PESAN NENEK MOYANG.

Tempoe doeloe nenek moyang pesan wanti-wanti “Tiji Tibeh
Maksudnya, Mukti siji Mukti kabeh, Mati siji Mati kabeh,
La kok sekarang, kendati masih tetap Tiji Tibeh
Tapi maknyanya terpeleset jadi Mukti Siji Mati kabeh

Tempo doeloe nenek moyang pesan wanti-wanti
Sama rata sama rasa
Maksudnya jelas, bersama-sama merasakan kesejahteraan
La kok sekarang sim sala bim
Disulap jadi sama ratap sama tangis

Tempo doeloe nenek moyang pesan wanti-wanti
Panca Sila
Yang kita semua sudah hafal mengucapkannya
La kok sekarang, mak jegagik
Dipeleset-tafsirkan oleh orang Jawa:
Siji, Gusti Allah ora ana kancane
Loro, Aja kejem-kejem aja galak-galak
Telu, Mangan ora mangan waton kumpul
Papat, Yen ana rembug mbok dirembug wae
Lima, Padha mlarate padha kerene


Sudah, sudah, sudah, yang sudah ya sudah
Kita bangkit-kembalikan saja Proklamasi
Dalam versi Millennium a la Hamid Jabbar:
“Hal-hal mengenai flu burung, sapi gila,
lumpuh layu, nasi aking, banjir, longsor,
gembpa, kekeringan, tsunami, lumpur panas
dan lain-lain yang tidak ada habis-habisnya
akan diselesaikan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Semarang 24 Mei 2008
Atas nama bangsa Indonesia
Boleh Siapa Saja


Djawahir Muhammad membawakan puisinya yang berjudul DUA BUAH JALAN, PADA HARI KEBANGKITAN. Berhubung begitu panjangnya puisi ini, di bawah ini akan kutuliskan di bawah ini tiga bait, yang terdapat pada bagian keempat. (Djawahir membagi puisinya ini menjadi lima bagian).

Sahabatku, kau sebut ini negeri yang pancasilais, multikultural dan demokratis,
Sedang kamu lihat mata manusia memerah saga,
Menyulutkan api permusuhan dimana-mana:
Bakuhantam polisi dan demonstran
saling pukul pkl, tibum dan satpol keamanan
Antar saudara berbunuhan, berebut remah, sesuap nasi, sepotong roti
Remaja putra putri yang mengidap narkoba, menggadaikan kesuciannya sendiri
Negarawan dan politisi yang terlibat korpusi, mengidap hipokrisi,
Bapak ibu guru mencuri-curi soal ujiannya sendiri?!

Sahabatku, tidakkah kita malu kita menyebut negeri kita
Yang dibangkitkan oleh spirit Kebangkitan Nasional seratus tahun lamanya
Sebagai negara yang berpancasila,
Jika mulut kaum miskin masih juga menjerit, menguak angkasa,
Jika antarsuku masih saling mengasah kapak perangnya, jika antarpemuja tuhan
Menyebut diri paling beriman, menista umat berbeda keyakinan?

O, Sahabat, rasanya aku ingin percaya pada kredo Rendra
Bahwa bencana dan keberuntungan adalah sama saja.


Timur Sinar Suprabana membawakan puisinya yang berjudul “Sajak mengeja kahanan” yang tak kalah panjang dari puisi Djawahir. Di bawah ini aku tuliskan bait yang ketiga:

Negeri macam apa ini, Saudara?
Jelaskan padaku: negeri macam apa ini?
Jika presidennya menangis ketika menonton film ayat-ayat cinta
Tapi saat berkunjung ke lokasi super luberan lumpur lapindo
Ia, presiden kita itu,
Unjal ambegkanpun tidak!
Jelaskan kepadaku: negeri macam apa ini?
Jika ketika banjir, tanah longsor dan bahkan angin ribut bercampur petir menjadi gendruwo di tiap tlatah tumpah darah
Ia, presiden kita itu,
Ribet upyek nyanyi-nyanyi bikin album lagu
Sing ketika dirilis jebul ora payu.
Jelaskan padaku: negeri macam apa ini?
Ketika jumlah pengangguran terus bertambah
Dan jumlah keluarga miskin makin banyak,
Ketika harga-harga tak henti naik berlipat
Dan bahkan tahu serta tempe tak lagi bisa terbeli oleh rakyat
Wakil presiden dari presiden kita itu
Sembari cengengesan memapar angka-angka
Yang kita patut diyakini sebagai indikator
Bahwa keadaan rakyat, keadaan masyarakat dan bangsa ini
Dari waktu ke waktu terus membaik. “ke depan
Akan terus kita tingkatkan. Ya to.. , ya to...?” katanya
Melalui konperensi pers tiap seusai jum’atan.

Aku tak tahu.
Aku yang picek
Ataukah wakil presiden dari presiden kita itu yang buta?
Aku tak tahu
Aku yang terlanjur tak bisa percaya angka-angka
Ataukah wakil presiden dari presiden kita itu yang sedang menebar dusta?
Sebab angka-angka tak pernah membuktikan apa-apa



Menjelang pukul 21.00, tepat ketika Ali Mufiz beserta istri memasuki lokasi, acara utama, pertunjukan KETOPRAK PUTRI CINA dimulai. Untuk mengawalinya, kelompok tari PHOENIX dari kota Semarang membawakan tarian DEWI KUAN IM SERIBU TANGAN.

Secara ringkas, ide utama ketoprak PUTRI CINA (yang mengambil ide utama dari novel PUTRI CINA karangan Sindhunata) adalah tentang keserakahan seorang penguasa kerajaan Pedang Kemulan (Prabu Amurco Sabdo) dan ketidakmampuannya memimpin kerajaannya tersebut. Korupsi, kolusi, dan nepotisme tak lekang dari masa pemerintahannya, sehingga rakyat pun menderita, dan lama kelamaan menuntut Prabu Amurco Sabdo untuk menurunkan diri. 


Sebelum akhirnya memaksa Prabu Amurco Sabdo, Patih Wrehonegoro telah berhasil mempengaruhi sang Prabu untuk menjadikan kaum keturunan Cina sebagai kambing hitam.


“Mudah, Sinuwun. Sekali lagi mudah! Alihkan saja segala kekerasan yang mau pecah itukepada orang-orang Cina. Setelah itu, Sinuwun akan mengendalikan keadaan dengan lebih mudah.”


Senapati Gurdo Paksi yang beristrikan Giok Tien, seorang keturunan Cina, tentu saja tidak setuju.
“Ya ampun, Sinuwun. Jangan! ... Sinuwun, apa salah mereka, sampai Sinuwun tega mengorbankan mereka? Sementara ini tidakkah Sinuwun sendiri mengharapkan harta mereka untuk makin berkuasa. Sinuwun tidak memberi kesempatan pada rakyat untuk berusaha. Sinuwun malah membiarkan orang-orang Cina untuk makin mengembangkan usaha mereka. Apakah Sinuwun tidak punya hati lagi?”
Karena Senapati Gurdo Paksi tidak menyetujui usul itu, dia pun memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya, dan Prabu Amurco Sabdo memilih Tumenggung Joyo Sumengah, sang tukang suap, untuk mengisi jabatan tersebut.


Rakyat yang telah disulut kemarahannya, dan termakan hasutan Wrehonegoro dan Tumenggung Joyo Sumengah pun melakukan pembasmian ke seluruh orang-orang keturunan Cina, yang akhirnya pun juga memakan korban rakyat yang bukan keturunan Cina. Gurdo Paksi dan istrinya Giok Tien pun meninggal dalam huru hara tersebut.

Cerita memang berakhir tragis (seperti kata Sindhunata sang pengarang, banyak orang Cina yang menjadi korban pada kerusuhan bulan Mei 1998, sehingga dia tidak mengakhiri novelnya dengan happy ending). Namun skenario Ketoprak Putri Cina sendiri memadukan antara dagelan dan kesedihan sehingga penonton pun dibuat tertawa terpingkal-pingkal di paruh awal pertunjukan, sedangkan di paruh akhir larut dibawa kesedihan tragedi yang disuguhkan.


Kehadiran Sukawi Sutarip dan HM Tamzil sebagai calon gubernur Jawa Tengah pun dimanfaatkan oleh para pemain ketoprak untuk dikritik. “Zaman dahulu kala, orang-orang sering takut kalau berjalan melewati pohon-pohon besar, karena mereka percaya bahwa banyak ‘penunggu’ di pohon-pohon besar tersebut. Mereka sering mengucapkan ‘Nuwun sewu...” tatkala melewati pohon-pohon besar. Namun sekarang pohon-pohon kecil juga ada yang menunggu. Lihat saja, di sana banyak tertempel poster-poster para calon gubernur.” 


Di Semarang, mungkin juga di seluruh daerah Jawa Tengah, para calon gubernur memasang poster-poster mereka untuk kampanye di pohon-pohon, sehingga mereka pun dituding sebagai tidak mencintai lingkungan karena justru merusaknya.


Jika penampilan Ketoprak Putri Cina diawali pertunjukan tari DEWI KUAN IM SERIBU TANGAN, di akhir pertunjukan, kelompok tari PHOENIX membawakan tari KUPU KUPU sebagai lambang menyatunya Gurdo Paksi dan Giok Tien di ‘dunia sana’. Sindhunata ‘mengadopsi’ akhir cerita Sampek-Engtay, pasangan kekasih yang tidak bisa menyatukan cintanya di dunia yang fana ini karena perbedaan kelas sosial.


PT56 17.08 010608

5 komentar:

  1. hello


    just registered and put on my todo list


    hopefully this is just what im looking for looks like i have a lot to read.

    BalasHapus
  2. Good day!

    I just wanted to say hi

    See you later

    BalasHapus
  3. Advantageously, the post is in reality the greatest on this noteworthy topic. I fit in with your conclusions and will eagerly look forward to your upcoming updates. Saying thanks will not just be enough, for the great lucidity in your writing. I will at once grab your rss feed to stay privy of any updates. Solid [url=http://pspgo.info/favorites.html]mobile[/url] work and much success in your next topics!

    BalasHapus
  4. Finding the right sports books and bookmakers to use for your arbitrage sports betting can be a daunting task with the internet now they are everywhere. The list of crooked bookmaking sites that have helped part people with their money and robbed them of their winnings grows longer every day. Being enlightened about this all sports bettors should do their due diligence before signing up with any bookmaker and be sure of their reputation as well as their guarantees on return of winnings. Almost all sports betting sites will have reviews so read them before making your decision on which one you go with.

    Any one who bets on sports for profit will want to make sure they are getting the best sports betting odds but it doesn’t matter what you are betting on, the fact of the matter is that the house is going to be sure to come out on top. They don’t build those billion dollar casinos with winner’s money! The best odds are generally a little better and a sports bettor will likely see a return of eight to ten dollars for every hundred dollars he or she bets over a long term period.
    [url=http://www.pulsebet.com]football odds[/url]
    In July 2006 they finally got what they were hoping for when legislation was passed with a vote of 317 to 93. By passing legislation, it appears imminent that the Wire Act of 1961 is going to be updated to more closely coincide with the internet world of today. Basically, the Wire Act states that it is a felony to transmit bets via wire communications. The next step in the process is for the bill to go in front of the Senate. If they agree with the first round of voting it is safe to say that things are going to change drastically.

    The second group fares a lot worse because, unfortunately for them, the variance in the "value" range will be different for each of them, and it will also vary considerably from bet to bet, making the concept of value mere words (and therefore meaningless). he reality is that the majority of people do not have any means whatsoever of identifying "true" value bets.

    BalasHapus
  5. Very good article, well written and very thought out.

    BalasHapus