Cari

Selasa, Mei 28, 2013

PERAYAAN TRISUCI WAISAK 2557 TAHUN 2013


jepretan Ranz dari dalam Taman Wisata Candi Borobudur
Semula kupikir Taman Wisata Candi Borobudur ditutup untuk umum pada hari perayaan Trisuci Waisak demi memberi kesempatan kaum Buddhis untuk merayakan hari perayaan ketika Siddharta Gautama dilahirkan, mencapai ‘enlightenment’ dan hari wafatya. Maka satu-satunya cara untuk bisa mengikuti upacara perayaan adalah dengan cara menyusup di tengah-tengah peserta arak-arakan yang membawa air dan api suci dari Candi Mendut ke Candi Borobudur.

But in fact I was wrong. Maka tidak heran jika Taman Wisata Candi Borobudur sangat penuh, dipadati pengunjung pada hari Sabtu 25 Mei 2013 itu. Menurut perkiraan mungkin lebih dari 10000 orang memadati pelataran taman wisata maupun monumen candi.
beberapa orang dengan kamera di tangan


seseorang dengan tab/note di tangan
Kulihat banyak di tengah kerumunan orang yang menunggu datangnya arak-arakan dari Candi Mendut yang membawa kamera, entah mereka fotografer profesional atau fotografer hobbyist atau jurnalis. (Di zaman dimana kamera DSLR masih sangat mahal, jumlah para ‘fotografer’ ini tidak sebanyak sekarang sehingga kehadiran mereka tidak begitu terasa mengganggu jalannya arak-arakan.) Saat mobil yang membawa air suci lewat, seorang Bhikku menyipratkan air ke kerumunan pengunjung. Konon mereka yang terkena cipratan air ini akan mendapatkan berkah.


Aku dan Ranz tidak kesulitan menyusup ke dalam arak-arakan, meski kita tidak mengenakan ‘badge’ yang bertuliskan ‘peserta’ atau ‘fotografer’ atau ‘jurnalis’ atau apa pun juga. Dalam hati aku sempat geli – namun juga merasa ridiculous – ketika berjalan mengiringi arak-arakan, di pinggir jalan di antara kerumunan orang kulihat dua tiga orang yang sedang merekam jalannya arak-arakan, mengarahkan kameranya ke arahku dan Ranz. :(

Menjelang sampai ke pintu masuk Manohara, kulihat banyak orang yang tadi ikut berjalan di tengah-tengah arak-arakan di depanku jalan berbalik arah. Selintas kudengar selentingan orang yang mengatakan, “Tidak diperbolehkan masuk bagi mereka yang tidak memiliki tanda khusus – misal peserta atau apa pun juga. Jika ingin tetap masuk, harus beli tiket Rp. 30.000,00 per orang.” Aku juga mendengar seseorang mengatakan, “Tentulah mereka tidak akan membiarkan kita masuk gratis.” 



Ranz mulai khawatir apakah kita bisa masuk arena taman wisata Candi. Namun jika kita diperbolehkan masuk dengan membeli tiket, aku sudah berkeputusan untuk membelinya. Dan ... ternyata kita berdua mulus melewati pintu masuk Manohara! Tidak ada kesulitan berarti. It was our luck then! :) Setelah melewati pintu masuk, kita harus melewati sebuah ambang pintu dimana kita dan barang bawaan kita dipindai apakah kita membawa barang terlarang. Sebelum melewati, aku dengar orang-orang – sebelum melewati ambang pintu pemindai – yang ada di depanku berbicara, “Siapkan tanda pengenalmu!” Ranz kembali deg-degan. Tapi ... mungkin memang it was our luck sehingga kita pun melewatinya dengan mudah.

Setelah melalui detik-detik ‘deg-degan’ LOL kita pun memilih tempat untuk beristirahat, duduk-duduk. I was so exhausted! Banyak juga orang yang beristirahat di rerumputan sekitar kita duduk. Sementara itu, rombongan arak-arakan yang ada di belakang kita ternyata masih lah panjang. Sekitar setengah jam kemudian, kita mulai melanjutkan perjalanan menuju monumen Candi. Namun karena pada dasarnya aku masih lelah dan mengantuk, melihat banyak orang lain yang membaringkan tubuh, leyeh-leyeh, aku kembali mengajak Ranz istirahat lagi, padahal dari lokasi kita istirhat yang kedua kali ini monumen Candi Borobudur sudah terlihat. 

Setelah istirahat secukupnya, aku dan Ranz mencari toilet. Namun kita berdua tidak jadi melakukan ‘hajat’ yang kita butuhkan karena antrian di toilet sangat menggila, kata Ranz. Akhirnya kita langsung berjalan ke arah monumen.
 
lautan pengunjung 1

lautan pengunjung 2
Melihat kerumunan orang di jalan setapak menuju monumen candi, kita berdua pun takjub. Wow! So crowded! so full of people! Saat itu aku baru ngeh, bahwa ternyata Taman Wisata Candi Borobudur tidak tertutup untuk umum pada hari Waisak! Karena upacara perayaan belum dimulai, para bhikku/bhiksu kulihat berbaur dengan pengunjung. Mungkin pada saat ini lah ‘insiden’ yang tercetak di satu foto yang beredar di media sosial terekam: ada seorang bhikku yang melakukan ibadah di tengah monumen candi difoto oleh para fotografer yang kurang menghargai pelaksanaan ibadah tersebut.
foto yang ramai diedarkan dan diperbincangkan di sosial media
Ranz hanya bersedia kuajak naik ke undakan yang pertama – Kamadhatu – mungkin karena begitu banyak pengunjung yang menginjakkan kakinya di monumen. Tumben Ranz tidak penasaran untuk naik ke stupa yang paling atas untuk mendapatkan foto pemandangan yang bagus. Setelah usai mengitari undakan Kamadhatu, Ranz langsung mengajak kita turun, menuju ke panggung utama dimana perayaan Waisak akan diselenggarakan. Sesampai disana, hamparan karpet yang ada di bawah panggung telah dipenuhi para pengunjung yang ingin menyaksikan jalannya upacara seremonial Waisak. Orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkan posisi yang strategis untuk mendapatkan the best shots. But tentu saja siapa yang cepat dia yang mendapatkan posisi strategis tersebut.
 Sementara itu dari pembawa acara aku mendengar info bahwa terjadi desak-desakan orang yang rebutan untuk membeli lampion. Berulang kali pembawa acara mengingatkan agar para pengunjung berbaris rapi karena semua akan kebagian; panitia telah menyediakan lebih dari seribu lampion. Namun nampaknya para pengunjung itu tetap sulit diperingatkan karena sang pembawa acara perlu mengingatkan berulang kali. FYI, bagi mereka yang membeli lampion, saat menerbangkannya nanti mereka bisa ‘make a wish’ yang dipercaya akan terkabul.
 
panggung utama, difoto dari sisi kiri


para bhiksu/bhikku dan beberapa kaum muda Buddhis di atas panggung
Satu kali sang pembawa acara mengumumkan seorang ibu kehilangan anaknya yang berusia 7 tahun. Tak lama kemudian, seseorang mengantar si anak hilang itu naik ke panggung untuk berjalan menuju tenda panitia. Para pengunjung serta merta bertepuk tangan, berseru-seru gembira.
Jelang jam 18.00 para bhikku, bhiksu, maupun bhikkuni datang menuju panggung diikuti para pemuka agama Buddha dan beberapa undangan khusus. Gerimis mulai menyapa. Banyak pengunjung mulai mengembangkan payung yang mereka bawa. Para bhikku, bhiksu maupun bhikkuni duduk dengan tenang di panggung utama. Menurut jadual, upacara perayaan seremonial Waisak akan dimulai jam 19.00, setelah undangan istimewa – menteri agama Suryadharma Ali dan gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo – datang.

Gerimis datang dan pergi dan datang lagi. Setelah jam 19.00 berlalu, pengunjung mulai resah ketika belum terlihat tanda-tanda bahwa menag dan gubernur JaTeng datang. Mereka berharap upacara segera dimulai tanda menunggu kehadiran orang-orang ‘istimewa’ tersebut. Tapi tentu hal itu tidak bisa dilakukan.
 
foto ini juga kumbil dari sosial media
Gerimis mulai menderas menjadi hujan. Pengunjung tambah resah. Kulihat beberapa yang duduk di sekitarku meninggalkan lokasi. Karpet yang terletak di bawah panggung itu terasa lebih longgar. Baru jelang pukul 20.00 rombongan menag dan gubernur datang, yang disambut dengan teriakan kecewa ‘huuuuuuuuuuuu’ dari para pengunjung. Para panitia dan bhikku/bhiksu/bhiksuni panggung – juga para kaum Buddhis yang duduk di atas panggung – nampak tetap tenang.

Tidak menunggu lama, pembawa acara segera membuka upacara. Pengunjung duduk tenang mendengarkan sambutan dari ketua panitia dan ‘khotbah’ tentang Waisak. Namun pengunjung mengganggu sambutan menag dan gubernur dengan teriakan-teriakan kekecewaan.

Usai sambutan dan khotbah, acara dilanjutkan dengan pradaksina, yakni ritual para bhikku/bhiksu/bhikkuni mengelilingi monumen Candi Borobudur tiga kali, setelah para undangan istimewa dipersilakan meninggalkan panggung upacara. Entah siapa yang memulai, tiba-tiba orang-orang yang semula duduk rapi mulai berdiri, bahkan ada dorongan dari belakang untuk maju ke atas panggung. Suasana di sekitarku mulai kacau balau. Sementara itu hujan menderas. 
Merasa pusing berdiri di tengah kerumunan orang di sekitarku – I could not see anything but people’s backs and umbrellas – aku mengajak Ranz meninggalkan panggung, menjauh, mencari lokasi yang lumayan jauh dari panggung.

Karena gelap – atau karena mataku yang belor – aku tidak bisa melihat apa yang terjadi di atas panggung/belakang panggung. (Monumen Candi Borobudur terletak di belakang panggung utama.) Namun berulang kali aku mendengar peringatan seorang bhikkuni yang memimpin pradaksina memperingatkan pengunjung untuk tidak memenuhi area sekitar monumen yang sedang dipakai untuk melakukan ritual pradaksina. Peringatan bhikkuni berikutnya membuatku terpana, malu, terluka: “Bagi para pengunjung yang ingin mengikuti ritual pradaksina, silakan mengikuti dengan tertib dan tenang. Jangan sibuk foto-foto sendiri.” DUH! 
Hujan yang tak kunjng reda hingga akhir pelaksanaan pradaksina membuat panitia mengumumkan pembatalan pelepasan lampion. Ribuan pengunjung yang keukeuh memilih tetap tinggal di lokasi meski kehujanan karena menunggu detik-detik pelepasan lampion yang konon bakal menghasilkan pemandangan yang menakjubkan pun berteriak-teriak meluapkan kekesalannya. :( :( :(
Mungkin aku sendiri termasuk orang yang menganggap ritual keagamaan agama – yang termasuk minoritas di Indonesia – ini sebagai tontonan karena aku ikut berada di lokasi? Karena aku ikut foto-foto dengan latar belakang panggung upacara perayaan. Karena aku ikut menyusup di tengah-tengah peserta arak-arakan demi ikut menyaksikan (menonton?) suatu ritual keagamaan yang karena minoritas maka bisa dianggap eksotis? :( :( :(

Tulisan ini tidak untuk ikut mengeruhkan suasana dimana banyak orang berpolemik apakah ini salah panitia atau salah pengunjung yang tidak memiliki rasa tenggang rasa pada pemeluk agama lain. Tulisan ini hanya untuk memaparkan apa yang terjadi pada hari Sabtu 25 Mei 2013 dari kacamataku sebagai salah satu turis nusantara yang hadir.

GL7 12.32 280513

Rabu, Mei 22, 2013

Fun race field trip yang memang sangat fun


Setelah melalui proses planning dan replanning yang melelahkan, akhirnya field trip yang ditunggu-tunggu anak-anak pun terselenggara. Tanggal 16 Mei 2013 anak-anak kelas tujuh hingga kelas dua belas Permata Bangsa International School berkunjung ke TeMBI Rumah Budaya yang terletak di Jalan Parangtritis km 8,4 Timbulharjo Sewon Bantul.
 
our minisbus
di dalam bus sebelum berangkat
 Rombongan yang terdiri dari 20 anak didik – enam tidak ikut field trip dengan alasan yang variatif – didampingi oleh enam guru. Kita meninggalkan sekolah pukul 06.05, terlambat 5 menit dari rencana semula. (Anak-anak sangat excited sehingga sebagian besar datang sebelum jam 05.30!) Perjalanan cukup lancar sehingga kita sampai di TemBI pada jam yang kita harapkan, pukul 10.00. 
di pendopo, mendengarkan penjelasan
 Sesampai di TeMBI, anak-anak langsung berhamburan turun dari mini bus yang kita naiki, sementara aku menurunkan Snow White, my folding bike 20” yang kuajak serta. Lho Kok? Ya karena satu acara utama adalah bersepeda!

Masuk ke halaman TeMBI, kita langsung disambut oleh panitia setempat. Untuk briefing, kita dipersilakan duduk-duduk di pendopo, sambil mendengarkan petunjuk yang harus kita lakukan. Acara FUN RACE ini 

1.   meliputi bersepeda ke pasar Kepek yang merupakan pasar tradisional untuk berbelanja bumbu-bumbu yang dibutuhkan untuk memasak
2.   menangkap belut di persawahan dimana belut-belut memang telah sengaja dilepaskan di area tersebut
3.   memasak belut hasil tangkapan
 
kelompok 2 berdoa dulu sebelum berangkat
kelompok 4
Dalam melaksanakan FUN RACE ini anak-anak dibagi ke empat kelompok, masing-masing terdiri dari lima anak. Tugas pertama adalah belanja di pasar Kepek. Untuk sampai ke pasar yang bakal tutup pukul 12.00 ini, mereka mengikuti peta yang telah disediakan, dengan melewati dua pos dimana mereka harus mencari sebuah bendera yang tersembunyi letaknya dan menjawab beberapa pertanyaan.  Aku mengikuti kelompok dua yang terdiri dari Ellen, Vito, Zulfan, Benz dan Shem. FYI, Vito baru bisa naik sepeda beberapa hari sebelum berangkat field trip, maka tugasku adalah mengawal Vito agar persepedaannya aman terkendali.  Kita sempat tersesat gara-gara salah membaca peta, sehingga tidak belok di perempatan yang seharusnya kita belok. Aku sih tidak keberatan gowes jauh. LOL. Tapi kasihan anak-anak yang tidak terbiasa gowes. Bahkan Zulfan yang karena terlalu excited, di awal perjalanan dia ngebut, akhirnya dia malah hampir K.O: mendadak kepalanya berkunang-kunang dan perut mual. Setelah itu, ban belakang sepeda yang dia naiki bocor, sehingga terpaksa sepeda ditinggal; panitia yang mengawal yang mengurusnya. Walhasil, dia pun diboncengkan Shem.
 
trek awal berangkat
kok njempalik ya? :(
Oh ya, karena kerjasama dalam tim juga merupakan point penting, maka di tiga kelompok lain juga ada yang memboncengkan teman sekelompoknya gara-gara ada anak yang tidak bisa naik sepeda. Salut buat Vito yang terus semangat bersepeda meski dia beberapa kali hampir terperosok ke sawah. 
 
mau masuk pasar Kepek
kelompok 1 belanja
Di pos satu, kelompok dua diberi pertanyaan yang berhubungan dengan DIY; misal siapa nama gubernur DIY pada tahun 1982 dan siapa nama gubernur DIY sekarang. Benz yang bisa menjawab, “Sultan Hamengkubuwono IX.” J Di pos dua, pertanyaannya sedikit menjebak. “Jika butuh satu menit untuk merebus satu butir telur, butuh berapa menit kah untuk merebus sepuluh butir telur?” Untunglah Vito dengan jeli melihat jebakan itu.

Sesampai di pasar Kepek, terjadilah tawar menawar waktu belanja karena kelompok yang mendapatkan uang sisa paling banyak akan mendapatkan point yang tinggi. Oh ya, sebelum berangkat meninggalkan TeMBI, tiap kelompok telah diberi rincian bumbu yang harus dibeli dan uang Rp. 15.000,00. Tawar menawar di pasar ini anak-anak diharuskan menggunakan bahasa Jawa – meski ngoko diperbolehkan. None of my students can speak Krama Inggil. LOL.
 
mencari dan menangkap belut
Dari pasar Kepek, kita kembali ke arah semula. Namun sesampai di Jalan Parangtritis km 8, kita tidak langsung kembali ke TeMBI, namun kita ditunjukkan arah yang akan membawa kita ke areal persawahan. Perburuan belut tiba!

Kelompok dua sampai di lokasi paling terakhir karena kita sempat tersesat lumayan jauh. Usai menangkap belut, masing-masing kelompok dihitung berapa ekor belut yang berhasil mereka tangkap. Selesai menangkap belut, kita langsung masuk ke TeMBI – dari pintu belakang. 
 
Ivana membanting-banting belut untuk meyakinkan belut telah mati sebelum dibersihkan dan dimasak
perlengkapan masak yang disediakan
kelompok 3 smempersiapkan bahan-bahan untuk masak
Sesampai di pendopo, disana sudah tersedia empat kompor, masing-masing lengkap dengan wajan dan minyak goreng. Anak-anak bekerja saling bahu membahu. Sebagian membersihkan belut yang telah ditangkap, sebagian yang lain menyiapkan bumbu-bumbunya. Chef dari TeMBI menyarankan semua bumbu yang dibeli di pasar – mulai dari garam, bawang merah, bawang putih, kemiri, gula jawa – digunakan semaksimal mungkin. Namun anak-anak bebas berkreasi mau memasak apa. Kelompok satu memilih menggoreng belut hingga kering dan sambal dabu-dabu yang lezat. Kelompok dua memasak mie goreng dan belut gorengnya ditabur di dalamnya. Kelompok tiga memasak nasi goreng dengan campuran belut goreng. Kelompok empat memasak belut bumbu rujak. Dan, tidak kusangka-sangka, ternyata masakan anak-anak enak semua. :)
 
hasil masakan kelompok 1
nasi goreng belut, hasil masakan kelompok 3
belut bumbu rujak, hasil masakan kelompok 4
Acara terakhir yaitu makan siang. Kita dibawa ke restoran di dalam TeMBI. Masakan anak-anak disediakan di satu meja panjang untuk dicicipi juri. Namun tak satu pun anak-anak yang ‘berani’ mencoba masakannya sendiri. Mereka tidak pede rupanya. LOL. 
 
salah satu lorong di dalam kawasan TeMBI
keris, salah satu yang banyak dipamerkan di museum TeMBI
Usai makan, tibalah saat mengumumkan pemenang FUN RACE. Juara pertama jatuh pada kelompok 4; juara dua kelompok 2, juara tiga kelompok 3. Sedangkan kelompok 1 mendapatkan hadiah juara favorit. 

Sekitar pukul 15.00 kita meninggalkan TeMBI. Kita sempat mampir di sebuah tempat beli oleh-oleh di Magelang sekitar pukul 16.00. Kita sampai di sekolah pukul 20.00 karena macet di Ambarawa dan Bawen.

See ya next field trip guys!

PT56 19.26 220513
P.S.:

1. Photo credit to Elmy, one workmate of mine :)
2. Guess what? anak-anak sudah ingin field trip lagi, dengan acara yang sama: sepedaan di kawasan pedesaan!
:)

 

Kamis, Mei 02, 2013

Komunitas B2W Semarang di Semarang Bike Expo


Pucuk dicinta ulam tiba. Menurutku pepatah ini cukup menggambarkan posisi Komunitas B2W Semarang ketika ditawari oleh panitia SEMARANG BIKE EXPO yang diselenggarakan di Rimba Graha Jalan Pahlawan pada tanggal 27 - 28 April 2013. Semenjak melakukan pemilihan ketua yang baru (bisa dibaca disini) kita mencoba melakukan berbagai kegiatan agar nama komunitas kembali bergaung di masyarakat, minimal kota Semarang. Kegiatan pertama yang kita lakukan adalah Nite Ride di Earth Hour. Sungguh di luar dugaan jika peserta gowes malam hari itu mencapai ratusan orang.

Wawan dan aku di booth B2W Semarang
X banner baru gress disain Riu
Riu mencoba sepeda low rider :)

Kegiatan kedua adalah dengan mengikuti Bike Expo. Dengan tujuan agar Semarang pun memiliki event pameran sepeda, agar para pecinta sepeda tak perlu harus keluar kota jika ingin melihat-lihat atau mencari sepeda maupun spareparts-nya, para panitia -- beberapa adalah anggota klub PANGMA alias Simpang Lima -- dengan semangat tinggi mengadakan Bike Expo ini. Om Leo Tatang Twins yang menghubungi B2W Semarang untuk ikut serta. Khusus untuk komunitas / klub sepeda, panitia menyediakan lapak gratis, sedangkan untuk toko sepeda maupun bengkel sepeda tentu mereka ditarik bayaran untuk ikut bike expo ini. Selain B2W Semarang, waktu diundang rapat oleh panitia beberapa minggu sebelum hari H, hadir juga perwakilan dari Komselis (Komunitas sepeda lipat Semarang yang kelahirannya dibidani oleh beberapa personil B2W Semarang), Slowly (Sepeda low rider Semarang), BMX dan Trial, dan Gagak Rimang (Komunitas sepeda Onthel Semarang).. Di hari H, aku melihat kehadiran komunitas 'Kewer-Kewer', dan Federal Semarang.

lovely mug :)
bike tag pertama buatan Komunitas B2W Semarang

Meski tanpa persiapan yang matang (kita tak punya cukup banyak merchandise yang bisa dipajang di booth untuk dijual), para pengurus tetap dengan semangat berusaha untuk melakukan ini itu. Dengan suntikan dana (yang berupa utang lunak) dari Rosatan (Rombongan Semarang Selatan), kita membuat sticker untuk dibagikan kepada para pengunjung yang bersedia mengisi kuesioner (ide Om AB sebagai ketua untuk mencari tahu untuk apa sih orang Semarang memiliki sepeda, dll), sticker yang memang diniatkan untuk dijual, juga mug. Untuk membuat jersey maupun kaos, kita tidak memiliki waktu yang cukup, sehingga untuk sekedar pajangan pada hari H, beberapa pengurus memajang jersey maupun kaos milik pribadi. Untunglah pada hari pertama expo, Om Boil datang dan menitipkan beberapa jersey (yang masih baru gress, sehingga jika ada yang tertarik bisa membelinya) milik pribadinya untuk dipamerkan.

venue khusus komunitas sepeda
ki-ka: Ari Bjo (ketua B2W), Riu, Uncle Duck, Om Topo, aku, Eko (di belakang), Ranz, Dian, Holic (di belakang), Tedjohn, Debby, Dhany
mengisi kuesioner

Teman-teman mulai menata booth pada hari Jumat malam 26 April dimana karena satu dan lain hal aku tidak bisa ikut datang. Expo dibuka oleh wakil Walikota Semarang pada hari Sabtu pagi 27 April 20013 dengan cara bersepeda bersama dari Rimba Graha, memutar di kawasan Simpang Lima dan kembali ke tempat semula. Pelaksanaan pameran hari pertama ini dibuka untuk umum sejak jam 7 pagi hingga jam 9 malam. Sedangkan pada hari kedua, 28 April, pameran dibuka untuk umum sejak jam 7 pagi hingga jam 2 siang. Di lapak yang disediakan, B2W diapit oleh Komselis dan Slowly. Lapak Federal Semarang berada di seberang Slowly. Khusus untuk Federal Semarang ini, mereka kedatangan tamu dari komunitas Federal Jogja 10 orang yang hadir dengan bersepeda dari Jogja. Mereka datang hari Jumat malam, dan kembali ke Jogja hari Minggu sekitar pukul 10.00.

sepeda statis, salah satu penarik utama orang berkunjung ke booth B2W Semarang
sebelah kiri, yang mengenakan jilbab, mengaku sebagai satu penggemar :D (awww)

Secara keseluruhan, menurut pandanganku pribadi yang didukung oleh Om AB, pameran berjalan sesuai yang kita harapkan. Minimal kita 'mengumumkan' pada masyarakat Semarang bahwa Komunitas B2W Semarang ada dan tetap eksis. Dari beberapa merchandise yang kita pajang, kita tahu yang paling dicari masyarakat adalah bike tag reflektif agar bisa bersinar ketika ditimpa lampu di malam hari, mug lumayan laku dan jersey terjual satu biji. :)

Pada kesempatan yang sama, kita diwawancarai oleh wartawan dari Koran Sindo, yang mewawancarai Om AB dan aku tentang keeksisan komunitas B2W Semarang (bukan bike expo itu sendiri). Selain itu, di luar dugaan aku bertemu dengan dua orang yang mengaku sebagai penggemarku (Gubraxxxx!!!) setelah mereka membaca blogku di Biking Journey . Postinganku tentang gowes ke Pantai Cahaya bahkan menginspirasi mereka untuk mengadakan event gowes ke lokasi yang sama untuk anggota komunitas mereka (Specialized). Bedanya, pada waktu aku dkk gowes kesana hanya ada 8 pesepeda, sedangkan event mereka diikuti oleh sekitar 150 orang! WOWWWW!!!

Semoga kesempatan serupa akan segera datang lagi. :)

GL7 11.59 020513