Minggu 4 November 2007 aku beserta beberapa rekan kerja plus keluarga berwisata ke Wisata Bahari Lamongan (WBL) yang juga disebut Tanjung Kodok, yang terletak di kota kecil Lamongan, Jawa Timur.
Rombonganku meninggalkan kantor kurang lebih pukul 05.00, waktu di dalam bus Sindoro Satria Mas. Sopir bus memilih jalur utara, melewati Kaligawe yang sedang dipenuhi air banjir pada waktu itu. Aku sempat melihat beberapa mobil yang memutar untuk memilih jalur yang lain, karena tidak bisa memperkirakan seberapa dalam genangan air yang disebabkan hujan tersebut. Rombongan berhenti di Kudus, di sebuah rumah makan untuk memberi kesempatan kepada para penumpang yang ingin mengeluarkan hajat kecilnya. Kali kedua rombongan berhenti di Tuban, dengan maksud yang sama.
Kami sampai di Wisata Bahari Lamongan pukul 11.30. Setelah makan siang berupa nasi kotak di dalam bus, kami memasuki daerah wisata.
I myself was completely in the dark what kind of place is WBL Hanya satu petunjuk yang diberikan oleh guide, “Semua wahana bisa dinaiki karena panjenengan saya belikan karcis terusan yang memungkinkan panjenengan melakukan itu, kecuali dua tempat: arena permainan go kart, dan banana boat. Panjenengan harus membayar jika ingin naik go kart dan banana boat.”
“Is it something like Dufan in Jakarta Mama?” Angie asked me.
“Perhaps honey.” Jawabku.
Aku dan Angie masuk area WBL terlambat karena Angie menyempatkan diri mengganti celana jeans panjangnya dengan celana jeans selutut. Pesan dari guide yang disampaikan kepada koordinator wisata dari kantor, “Jangan lupa bawa baju ganti.”
****
Bangunan pertama yang kumasuki bersama Angie adalah “Rumah Kucing”. Di dalamnya banyak terdapat berbagai macam kucing dari seluruh penjuru dunia. Bagi pecinta kucing, mungkin di sinilah tempat yang paling mengasyikkan, karena bisa melihat berbagai varian kucing yang imut-imut, sekaligus merasa kasihan, karena biasanya kucing yang lebih dikenal sebagai domestic pet, dibiarkan berkeliaran bebas di dalam rumah, di “Rumah Kucing” ini kucing-kucing tersebut “dikerangkeng” di sebuah kotak berukuran kurang lebih 2 x 2 m, seperti binatang-binatang buas di kebun binatang. Anyway, kucing memang satu keturunan dengan singa, harimau, maupun leopard dan panther (World Book 2005), yang bisa dikategorikan binatang buas.
Lihat gambar beberapa kucing-kucing koleksi WBL di bawah ini:
Keluar dari “Rumah Kucing”, Angie dan aku melanjutkan perjalanan ke gedung selanjutnya: Bioskop 3 dimensi.
Waktu akan ngantri untuk masuk ke dalam bioskop, Angie komplain panjangnya antrian sehingga aku ikuti keinginannya untuk langsung melanjutkan perjalanan. Untung sorenya, sebelum keluar dari areal WBL, menjelang pukul 4, waktu kita berdua balik melewati bioskop, tidak ada antrian sama sekali, sehingga Angie pun mau masuk ke dalam. Film yang kita tonton adalah perjalanan masuk ke dalam terowongan yang gelap gulita, naik kereta api, penuh dengan pemandangan yang mengerikan. Waktu kita serasa tercebur ke dalam air sungai yang airnya menggelegak, tiba-tiba para penonton disembur air sungguhan entah berasal dari mana. Menurutku pribadi bioskop 3 dimensi di WBL ini lebih memberi kesan “sungguhan” daripada yang ada di Dufan.
Meninggalkan bioskop 3 dimensi, ada “Rumah Sakit Hantu” yang konon di dalamnya diset seperti bentuk rumah sakit yang dipenuhi oleh “hantu-hantu” yang meninggal karena sakit atau mati kecelakaan. Angie menolak masuk, sehingga aku hanya mendengar cerita mereka yang masuk ke dalamnya. FYI, Angie lumayan suka nonton film horror, namun ogah kuajak masuk ke areal permainan yang berhubungan dengan ‘setan’ dan ‘hantu’.
Setelah Rumah Sakit Hantu, ada areal permainan ketangkasan. Angie pun tidak mau mencoba seberapa tangkas dia bermain lempar melempar, atau tembak menembak. So, kita jalan terus aja.
Gedung di sebelahnya diberi judul “Istana Bawah Laut”. Setelah aku dan Angie masuk ke dalamnya, ah .. ternyata tempat bermain anak-anak kecil, seperti kereta api mainan, mobil-mobilan, robot yang bisa bergerak naik turun, dll. Hanya saja gedung itu diset seperti berada di bawah laut. Hiasan di dinding dan di langit-langit gedung yang menunjukkan kita seperti berada di bawah laut.
Dari sana aku dan Angie sempat memasuki areal go kart. Satu orang dikenai biaya Rp. 18.000,00 untuk mencoba naik go kart selama kurang lebih 5 menit, merasakan laksana racer. Angie and I didn’t try riding it.
Gedung berikutnya adalah “Taman Bajak Laut”. Angie yang semula menolak melulu kuajak ini itu, akhirnya kupaksa masuk ke dalam taman bajak laut. (Informasi tambahan: hari Senin 5 November, Angie harus menghadapi ujian harian terpadu di sekolah. Mungkin itu sebab dia kurang begitu menikmati suasana. Blame her mother yang memaksanya untuk ikut berdarmawisata. LOL.) “Taman Bajak Laut” diset seperti sebuah kapal yang karam setelah dibajak oleh para perompak di tengah laut. Pengunjung dibatasi hanya empat orang untuk sekali perjalanan masuk ke dalam. Di dalam suasana agak temaram, dengan pemandangan khas kapal yang karam, ada bajak laut yang menakut-nakuti di sana sini. Bersamaku dan Angie, ada seorang laki-laki yang mungkin berusia sekitar 30 tahun, bersama keponakannya. Mereka berdua ada di depanku. Angie yang merasa agak takut, memeluk lengan kananku dengan erat, dan aku memegangi kaos yang dipakai oleh anak kecil yang memeluk omnya dari belakang. LOL. Begitu “selamat” keluar dari “serangan para bajak laut” di dalam “kapal karam” itu, Angie pun berteriak lega. LOL. (felt like ikut pengalaman dalam Pirates of the Caribbean, kata Angie. LOL.)
Dari sana, Angie yang moodnya sudah bagus, mau ikut aku masuk ke “Planet Kaca” yang di dalamnya tak jauh beda dengan “rumah kaca”, or whatever it is called di Dufan.
Keluar dari “Planet Kaca”, aku melihat, wahana “Tagada” yang mirip seperti “kora-kora” di Dufan. Aku menolak diajak Angie naik, karena ogah pusing, plus perut mual setelah itu. LOL. Ada “planet insectarium” yang isinya (mungkin) berbagai macam insects, yang kurang menarik bagi Angie sehingga kita berdua pun tidak masuk ke dalamnya.
Perjalanan selanjutnya kita masuk ke “Taman Berburu” yang antrinya jauh lebih lama dibanding waktu ‘berburu’nya sendiri. LOL. Aku dan Angie menaiki semacam mobil kecil terbuka, yang dilengkapi oleh “senapan” untuk menembak binatang buas yang “berkeliaran” di dalam taman tersebut.
Keluar dari “Taman Berburu”, aku dan Angie memasuki “playground remaja” yang di dalamnya ada banyak pasangan remaja yang duduk berdua-dua. Playground ini terletak tepat di pinggir laut. Lihat foto yang kujepret di daerah itu di bawah ini.
Aku dan Angie naik “jet coaster” yang terletak di tebing yang lumayan curam. Jet coasternya sendiri tidak begitu “mendebarkan hati” dibandingkan yang ada di Dufan, yang dulu “memaksaku” untuk berteriak ketakutan kalau sampai jatuh. LOL. Sorry, lupa njepret jet coaster plus tebingnya yang curam. LOL.
Berikutnya aku dan Angie naik “space shuttle” yang membuatku seperti sedang naik ayunan. Waktu kecil aku suka sekali naik ayunan seperti rasanya aku kepengen punya ayunan pribadi di halaman rumah. LOL. (Belum terkabulkan sampai sekarang. LOL.) Dari ‘space shuttle”, aku ajak Angie makan bakso, karena waktu melihat rumah makan tak jauh dari situ, rasanya aku nyidam makan bakso. LOL. FYI, I am NOT a bakso freak. Waktu makan sambil ngobrol inilah, aku baru kepikiran, “Sayang, tolong space shuttlenya ntar difoto yah?” begitu aku bilang ke Angie. Ini dia foto “space shuttle”nya.
Setelah itu, aku memaksa Angie ikut ngantri di areal “bumper car” alias bom bom car. “Di Semarang juga banyak Ma kalo cuma kayak gini,” Angie bersungut-sungut.
“Masalahnya adalah, kita yang ga pernah nyempatin diri ke mall untuk mainan bom bom car. Nah, sekalian aja sekarang, mumpung sudah ada di depan mata,” kataku merayu Angie. LOL. Bedanya adalah, kalau bom bom car di Semarang, mobil mainannya lumayan besar sehingga bisa dinaiki dua orang. Di WBL, satu mobil hanya cukup untuk satu orang.
Areal terakhir yang kumasuki bersama Angie adalah “permainan air” berupa taman biasa aja. Aku semula sempat terheran-heran mengapa taman yang biasa saja itu disebut “permainan air”, mana sebelum masuk ada peringatan, “Bagi mereka yang menderita sakit jantung dilarang masuk. Tempat ini merupakan tempat yang memiliki teknologi sensor tinggi.” What the hell? Ternyata tatkala enak-enak berjalan, tiba-tiba dari satu tempat yang tidak jelas, meluncurlah “serangan air” yang tidak mungkin bisa dihindari. Demikianlah kejadiannya sepanjang berjalan di taman itu. Walhasil keluar dari areal “permainan air” aku dan Angie sama-sama basah kuyup. Keluar dari taman itu, kita disambut dengan tulisan seperti di bawah ini:
Berikutnya aku dan Angie naik kano. Wah ... ternyata asik naik kano. Jika ada kano di pantai Marina Semarang, tentu aku bakal rajin main ke Marina. Sayangnya ga ada ... Aku dan Angie tidak naik banana boat (speed boat).
Berikutnya kita cuma ngobrol sambil berfoto-foto di pinggir pantai. Hampir sepanjang perjalanan di dalam WBL, aku dan Angie tidak berpapasan dengan anggota rombongan lain sehingga laksana kita hanya piknik berdua.
Berikut foto-foto yang sempat dijepret menggunakan hape Angie SonEr K510i yang kayaknya hasilnya sudah tidak sebagus beberapa bulan lalu.
Aku dan rombongan meninggalkan areal WBL sekitar pukul 18.30 waktu di dalam bus Sindoro. LOL. Mampir sebentar untuk makan malam di Tuban. Kita sampai di kantor Semarang, sekitar pukul 00.30.
PT56 07.42 021207
Wisata Bahari Lamongan sekarng lagi digarap lebih Profesional...kapan ke sana lagi..ya...
BalasHapushttp://fadjarer.blogspot.com
aku juga ga keberatan kesana lagi, jika bisa menyisihkan waktu dan duit ... hehehehe ...
HapusMenurutku WBL adalh wisata yg plng bnyak dkunjungin semua orang..fasilitasnya yg begitu banyak dan gak bikin bosan..
BalasHapusI like WBL...
bahkan setelah di Jawa Timur tersedia lebih banyak lagi tempat wisata ya? :)
Hapus