Cari

Jumat, Agustus 31, 2007

SPA oh SPA

Aku yakin aku hanyalah salah satu dari ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu, atau bahkan jutaan penduduk Semarang.yang di awal mula ide SPA digulirkan merasa pesimis. Apanya yang bisa kita pamerkan ke dunia internasional dari kota kelahiranku ini untuk membuat orang memalingkan wajahnya dari Bali, maupun kota tetangga, Jogja? Penyebab utama tentu karena banjir yang senantiasa menjadi langganan Semarang, baik di musim penghujan maupun di musim kemarau. Penyebab lain, aku selalu berpikir bahwa tak satupun objek wisata di Semarang yang akan mampu menggaet turis manca negara, kecuali mereka yang di zaman baheula pernah menetap di sini (baca => bekas penjajah Belanda) “for old time’s sake”. Bandingkan saja dengan Jogja yang memiliki pantai berpasir putih (Parangtritis, Samas), Malioboro yang eksotis, Kebun Binatang Gembira Loka yang dikelola dengan baik ketimbang Tinjomoyo, Kraton, dll.
Aku mulai berpikir bahwa mungkin saja membuat Semarang menjadi kota pesona Asia bukanlah hal yang muluk-muluk tatkala aku mulai membuat daftar tempat-tempat yang bisa kukunjungi bersama teman-teman milis seandainya mereka bertandang ke Semarang. (Well, harus kukatakan bahwa mereka mungkin berpikir untuk berkunjung ke Semarang bukan karena Semarang merupakan satu kota yang menarik bagi mereka, akan tetapi karena AKU tinggal di sini. Hal ini berarti AKU lah yang harus mampu meyakinkan teman-temanku bahwa di Semarang tidak hanya ada seorang NANA yang ingin mereka temui, namun memang Semarang is worth visiting.) Setelah mendapatkan daftar yang lumayan menarik (kunjungi saja postinganku di alamat berikut ini

http://themysteryinlife.blogspot.com/search/label/SPA

aku mulai berpikir bahwa ide SPA bukanlah ide yang terlalu tinggi untuk dicapai. apalagi setelah mendapatkan respons yang menyenangkan dari teman-teman milis, maupun pengunjung blog (bisa dikunjungi di

http://afemaleguest.blog.co.uk/2007/07/15/semarang_pesona_asia~2637365
http://afeministblog.blogspot.com/2007/07/semarang-pesona-asia.html
http://afemaleguest.multiply.com/photos/album/13/Semarang

, aku merasa ikut bersemangat untuk ikut serta mensukseskan SPA, meskipun tentu tidak banyak yang bisa kulakukan, selain promosi lewat blog dan milis. Selain itu, kepada siswa-siswaku yang masih saja berpikiran pesimis, aku menyuntikkan semangat kepada mereka, agar mereka pun ikut optimis bersamaku.
Namun apa yang terjadi?
Ucapan Wali Kota Semarang “Satu hal yang membanggakan dari pelaksanaan SPA 2007 adalah diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” pantas dipertanyakan, “rakyat yang mana?” Seperti yang telah dicatat di beberapa koran lokal bahwa dalam acara pembukaan, rakyat biasa-biasa saja (baca => bukan undangan) tidak boleh mendekat ke panggung. Katanya untuk rakyat? Kok ga boleh? Tatkala ada festival jajan pasar, aku dan adikku yang ingin menghadirinya (rasanya sudah ngiler membayangkan akan menemukan jajan-jajan pasar sewaktu kita kecil, seperti klepon, onde-onde, gethuk, senthiling, tiwul, dll) namun karena ternyata dilaksanakan di salah satu hotel berbintang lima, wah ... ga terbayang berapa jajan-jajan pasar itu dihargai? Akankah rakyat kecil sepertiku ini mampu menjangkaunya? :( (Sebagai perbandingan, di fitness center tempatku menjadi member, aku membeli secangkir nescafe cukup dengan harga Rp. 2000,00, Dua tahun yang lalu aku diajak ngopi di hotel berbintang lima itu dengan salah satu siswa privatku, harga kopi satu cangkir Rp. 20.000,00 itu belum termasuk PPN. Waduh ...)
Tatkala aku berkunjung ke salah satu toko buku yang terletak di Jalan Pandanaran, terlihat beberapa pernak-pernik berbau Semarang dijual, mulai dari gantungan kunci, miniatur Tugumuda, T-shirt bergambar Lawangsewu, Gereja Blenduk, aku ikut merasa senang merasakan ‘grengseng” SPA. Namun tatkala aku melihat-lihat buku “The Ancient Semarang Beyond Tomorrow” yang merupakan versi Bahasa Inggris dari “Meretas Masa Semarang Tempo Doeloe” terbitan TERANG Publishing, semakin terlihat ketidakseriusan Pemerintah Kota Semarang dalam mengemas ide spektakuler SPA. Aku yakin buku itu diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris bukan hanya untuk sok, namun untuk lebih promosi tentang Semarang kepada dunia internasional. Lha mbok yao menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris itu menggunakan tenaga yang profesional di bidangnya sehingga tidak akan terjadi salah grammar maupun vocabulary yang malah justru memberikan arti yang berkebalikan.
Berikut contoh dua kalimat yang memberikan penjelasan gambar Lembaga Pemasyarakatan untuk Wanita yang terletak di Jalan Sugiyopranoto.
The prison is not factually an ancient building, because the government has been renovated.”
“But if we have seen them deeply and explored truly, the building factually has historical story
.”
Kesalahan penggunaan kalimat pasif atau aktif, kesalahan kata ganti plural untuk satu kata singular, kesalahan memilih diction, masihlah bisa dimaafkan jika itu terjadi dalam spoken English. Namun dalam bahasa tertulis? Apalagi dalam rangka mempromosikan satu daerah ke dunia internasional? Oh COME ON, MAN!!!
Dan masih banyak di lapisan masyarakat kita yang mencibir kepada orang-orang yang speak English in public dengan tuduhan tidak mencintai bahasa sendiri.
Konon tahun depan pemerintah kota Semarang akan mengadakan SPA PART II. Jikalau pemerintah tidak dengan lapang dada menerika kritikan dari rakyat, maupun dari pihak-pihak lain, dan dengan jumawa mengatakan bahwa program SPA kemarin berhasil dengan gemilang, niscaya tahun depan untuk pelaksanaan SPA PART II, lagi-lagi pemerintah hanya akan menghambur-hamburkan uang rakyat yang sudah semakin menderita ini. Kritikan yang disampaikan rakyat itu tentu sifatnya membangun, agar pemerintah melakukan persiapan yang jauh lebih matang, benar-benar melibatkan rakyat, benar-benar dari, oleh, dan untuk rakyat, sehingga tak ada lagi rakyat kota Semarang khususnya tetap saja mencibirkan bibir, “SPA? Semarang Pesona Air kali?” dan ogah menjadi jubir maupun promotor kota tercintanya sendiri.
PT56 23.07 300807

Tidak ada komentar:

Posting Komentar