0813207xxxxx :Halo mbak ...Gek ngapa? Aku lg bngong nunggu Celia sklh. Ra bd adoh karo sopir lah pkke. Aku kgn Smg. Pgn cekakakan meneh kr tmn2 n adik2ku. Tp meh lungo ga sesimpel mauku. Ribet urusane. Celia jg dah sklh. Kmrn2 aku baby sitter n koki, skrg aku bb sitter n sopir. Ra gagah blas wong ra duwe duit dhewe. Aja mbok guyu ya.
0815756xxxxx : Sori bar adus plus cuci, btw, how much d u get paid per month by ur hubby? Cucuk ra? Plus his serving u in bed, hehehe...
0813207xxxxx: Wuah its more satisfying from d 2 d lho... Suer dah..Hehe.. I get paid w/ his love 2 my children ya enough lah. Sukur2 dia ttp sll love n loyal 2 me n fam.
0815756xxxxx: That’s very good that you realize it. Obviously we have different way of life, so no more complaint ur being baby sitter and driver dong
0813207xxxxx: Hehe ... it was not really my choice actually. I hv no other choice lah. Kdg ttp ada rs ‘minus’ di dpn peremp yg krj. Though in fact ga gamp jg jd ibu rumah tangga yg baik, apalg utk yg minor ky aku gn. Susaaahhh... I’m still learning not only 2 b good mother n wife bt also 2 manage myself.. Nah lo!
0815756xxxxx: Hahaha ... btw, what we had better do adalah ‘berdamai’ dg keadaan yg sbnrnya (tak sengaja) kita pilih. 4 me there’s nothing else I can do: BERDAMAI dg diri sndr
0813207xxxxx: Yup I agree w/u. Enjoy sm yg di dpn mata aja lah.. smile apapun yg dihadapi. Pgn awet muda boo... bkn bwt org laen, bt utk kpuasan dr. Hv a nice d yach.
‘Chat’ di atas terjadi antara aku dengan seorang teman baik, B, yang sekarang tinggal di sebuah kota di Jawa Barat. (aku sengaja mengetik ulang persis dengan aslinya, penuh singkatan di sana sini, khas bahasa sms. ) Aku mulai mengenalnya sekitar pertengahan tahun 1999. Tak lama setelah itu, kita menjadi semakin akrab dan terbuka satu sama lain; mungkin karena usia kita yang hanya terpaut satu tahun, dan kita berdua sama-sama berbintang Leo. Meskipun begitu kita berdua memiliki pengalaman hidup yang sangat jauh berbeda. Di usianya yang masih sangat belia, duduk di bangku SMP, dia mengaku melihat sesuatu yang sangat melukai perasaannya (dia tidak pernah cerita secara mendetail apakah itu, namun aku simpulkan bahwa apa yang dia lihat itu adalah seorang laki-laki yang melukai seorang perempuan), yang kemudian membuatnya bertekad untuk tidak pernah menggantungkan hidupnya kepada seorang laki-laki, apalagi menyerahkan jiwa, raga, dan perasaannya bulat-bulat kepada seorang laki-laki.
Aku bertolak belakang dengannya. Dibesarkan dalam suasana relijius yang kental, dan percaya bahwa menikah adalah salah satu sunnah Nabi, sehingga percaya bahwa pernikahan merupakan salah satu tujuan akhir hidup manusia, aku tumbuh menjadi seorang remaja pengidap Cinderella complex. Senantiasa menunggu seorang pangeran yang akan datang dalam hidupku, dan membawaku ke gerbang kebahagiaan yang abadi. Dan untuknya akan kuserahkan seluruh jiwa, raga, dan perasaanku.
B tumbuh berkeyakinan bahwa dia harus mampu hidup secara mandiri, terutama secara finansial. Dia mengaku selama dia tinggal di Semarang, dia tidak pernah minta uang kepada suaminya, padahal suaminya memiliki profesi yang biasanya bergelimang dengan uang, dokter. Suami yang memujanya itu yang tahu diri, menyisipkan sejumlah uang jika dilihatnya dompet B kosong.
Sekitar tahun 2003, dia harus mengikuti suaminya pindah ke satu kota di Jawa Barat untuk melanjutkan studi. Temanku dengan berat hati ikut pindah kesana, karena suaminya menginginkan keluarga itu tidak terpisah jarak. B berharap dia akan mendapatkan pekerjaan di sana, sehingga dia tidak perlu menggantungkan hidupnya kepada suaminya, secara finansial. Namun ternyata mencari pekerjaan tidaklah semudah yang dia harapkan. Apalagi dengan kehadiran anak keduanya, perhatiannya semakin tersita untuk keluarga.
Pengalaman pahit dalam perkawinanku, plus perjalanan hidupku yang memperkenalkanku dengan ideologi feminisme, membuatku merasa ada yang salah dalam memandang diriku sendiri, karena selama ini aku memakai ‘kacamata’ patriarki yang memang senantiasa dilanggengkan oleh sekolah, agama, dan media. Jika B mendapatkan ‘kesadaran’ nya (bahwa dunia tidak seindah cerita di negeri dongeng) karena sebuah peristiwa yang melukainya tatkala dia masih duduk di bangku SMP, aku mendapatkannya di usia pertengahan tiga puluhan. Better late than never, orang bijak bilang.
Jika kamu perhatikan ‘chat’ antara B denganku, sekarang justru kita berada di posisi yang sebenarnya tidak kita impikan di usia remaja. Aku telah menyembuhkan diri dari pengidap Cindrella Complex, hidup sendiri, mandiri, dan merasa puas dengan kemandirian ini. B berkebalikan, keadaan ‘memaksanya’ untuk bergantung, untuk menyerahkan seluruh jiwa, raga, dan hidupnya untuk suami dan kedua anaknya.
Hidup memang tidak selalu seperti yang kita inginkan.
PT56 11.30 260807
Tidak ada komentar:
Posting Komentar