Cari

Rabu, Oktober 03, 2007

HIV / AIDS

Sembilan Ibu Rumah Tangga Positif HIV

Tatkala membaca artikel dengan judul di atas dalam SUARA MERDEKA terbit hari Rabu 3 Oktober 2007 halaman G (bagian dari SEMARANG METRO), aku teringat seorang siswa yang beberapa waktu lalu bertanya kepadaku, “Mengapa orang justru mempromosikan penggunaan kondom untuk mengurangi kemungkinan meningkatnya penderita HIV/AIDS? Bukankah itu justru akan semakin meningkatkan praktek seks bebas di masyarakat kita?”
Siswa ini sekarang duduk di bangku kelas 3 SMA, di sebuah sekolah negeri ternama di Semarang, berjilbab. Well, mengapa harus kutulis di sini bahwa dia berjilbab? Aku tidak bermaksud untuk menggeneralisasi bahwa semua orang yang berjilbab akan memiliki cara pandang yang sama. Ini hanya merupakan satu studi kasus. Aku “membaca” siswaku ini sebagai seorang yang mungkin hanya mendengarkan atau membaca hal-hal dari satu perspektif semata, sehingga dia pun menginterpretasikan promosi penggunaan kondom sebagai sesuatu yang tidak semestinya, yang amoral, karena berkonotasi justru mendukung orang untuk melakukan seks bebas.

“I think we have to know that people suffering from HIV/AIDS are not only those who have sex with many different partners, such as prostitutes. We also ought to know that HIV/AIDS attacks “good women”, such as housewives who happen to have disloyal husbands and they don’t know that their husbands have sex with other women. They think that their husbands are “good” and loyal to them, never have sex outside the house with others. We need to protect such women from the possibility to get attack from HIV/AIDS,” aku menjelaskan kepadanya, secara panjang lebar.


Dia kemudian terlihat tercenung, berusaha memahami perspektif yang kusodorkan kepadanya, dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun dari sorot matanya, aku tahu dia masih penasaran tentang promosi penggunaan kondom untuk mengurangi kemungkinan bertambahnya penderita HIV/AIDS.
*****
Dalam Jurnal Perempuan nomor 43 dengan tema “Melindungi Perempuan dari HIV/AIDS”, dalam prolog, Adriana Venny mengutip sebuah pernyataan dari seorang perempuan di Jayapura yang dirangkum dalam Radio Jurnal Perempuan edisi 146; “Saya tertular HIV/AIDS dari suami saya yang kemudian saya tularkan kepada bayi saya ...”
Kenyataan ini menunjukkan bahwa “perempuan baik-baik” (baca  perempuan yang hanya melakukan hubungan seks dengan suaminya saja) pun tetap rentan terkena HIV/AIDS. Hal ini berarti bahwa perempuan berhak melindungi dirinya dari kemungkinan “serangan” HIV/AIDS dengan menggunakan kondom tatkala melakukan hubungan seks dengan suaminya. Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan oleh suami di luar rumah.
Kembali ke artikel yang dimuat dalam SUARA MERDEKA, berita tersebut tidak menunjukkan secara rinci alamat dan identitas jelas dari para ibu rumah tangga yang positif terkena HIV, kecuali lokasi di Kabupatan Semarang. Hal ini, untuk menjaga etika dan melindungi mereka, kata Drs. Hendri A MM, Kabagsosial Setda Pemkab Semarang. Namun apa yang ditulis oleh sang jurnalis di bagian akhir artikel justru menunjukkan “penghakiman” kepada para ibu rumah tangga tersebut

“Namun ada hal yang menjadi catatan, ibu-ibu tersebut ada yang tinggal berdekatan dengan kompleks lokalisasi.”


Dengan mengungkapkan ‘fakta’ tersebut, ada hal lain yang tersirat, yakni, “Karena mereka tinggal berdekatan dengan kompleks lokalisasi, ada kemungkinan para ibu rumah tangga tersebut sesekali terjun ke lokalisasi dengan menjadi pekerja seks komersial. Itu sebab mereka positif HIV karena melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu partner—yakni suaminya.” Padahal tentu ada kemungkinan bahwa mereka terkena HIV karena ditulari oleh para suami mereka. Seorang suami yang ingin menutupi kehidungbelangannya tentu tidak akan melakukan hubungan seks dengan PSK di lokalisasi yang terletak dekat dengan tempat tinggalnya. Dia akan memilih lokasi yang berjauhan sehingga dapat menyimpan rahasianya dengan aman. Penyakit seks yang mereka idap sebagai akibat melakukan hubungan seks yang tidak aman lah yang akan membuka rahasinya. Sekaligus menulari istrinya yang tidak tahu apa-apa.
PT56 10.25 031007

1 komentar:

  1. tentang komentar berita SM :

    kenapa tidak dibalik saja logikanya...

    karena dia tinggal di pinggir lokalisasi..sangat mungkin suaminya yang pada mulanya tertular kemudian dia menulari istrinya...

    bukankah kasus seperti itu banayak...

    salam kenal sahabat

    BalasHapus