WISATA RELIGI DI KOTA SEMARANG
Jika anda
adalah penikmat wisata religi, jangan pernah lewatkan berkunjung ke ibu kota
Jawa Tengah ini. Anda bisa menemukan masjid, gereja, kelenteng, pagoda hingga
pura. Bahkan beberapa di antaranya dibangun ratusan tahun yang lalu! Penasaran?
Check it out.
Masjid
1.
Masjid Menara Kampung Melayu
Masjid
ini juga dikenal sebagai Masjid Layur
karena terletak di Jalan Layur, salah satu jalan yang (sayangnya) terkenal
sebagai kawasan langganan terkena banjir rob alias banjir yang datang tanpa
mengenal musim penghujan maupun musim kemarau. Kawasan ini juga disebut Kampung
Melayu karena konon dulu penduduknya merupakan keturunan para migran yang
berasal dari Melayu.
|
Masjid Menara Kp. Melayu |
Masjid
Layur dibangun oleh seorang ulama Arab yang datang dari Yaman. Bangunan induk masjid memiliki arsitektur
bergaya Jawa dengan atap masjid susun tiga. Sedangkan menara yang berdiri kokoh
di depan pintu masuk masjid bergaya arsitektur Timur Tengah.
|
menara di Masjid Menara Kp. Melayu |
Sampai
sekarang bangunan masjid ini masih asli seperti ketika pertama kai dibangun
pada tahun 1802, lebih dari 200 tahun yang lalu. Hanya ada tambahan bangunan
ruangan untuk jemaah perempuan. Masjid juga masih digunakan untuk beribadah
oleh masyarakat sekitar.
Untuk
menuju masjid ini, dari arah Kantor Pos Besar Jalan Pemuda, sebelum Jembatan
mBerok, kita belok kiri. Kita akan menemukan rel kereta api di depan, kita
menyeberangi rel tersebut. Setelah menyeberangi rel, kita lurus saja, kita
sudah sampai di Jalan Layur.
2.
Masjid Agung Jawa Tengah
Masjid
Agung Jawa Tengah – yang juga sering disingkat menjadi MAJT – merupakan satu
masjid modern kebanggaan warga Semarang. Mulai dibangun pada tanggal 6
September 2002 dan diresmikan oleh Presiden SBY pada tanggal 14 November 2006.
Dibangun dengan gaya arsitektur campuran Jawa, Arab, dan Romawi. Bangunan utama
masjid beratap limas khas banguna Jawa namun di bagian ujungnya dilengkapi
kubah besar ditambah lagi dengan empat menara masing-masing setinggi 62 meter
di tiap penjuru atapnya. Gaya Romawi terlihat dari banguna 25 pilar di pelataran
masjid. Pilar-pilar tersebut bergaya koloseum Athena Romawi dihiasi kaligrafi
nan indah. Selain itu juga dibangun sebuah menara yang menara yang disebut
Al-Husna setinggi 99 meter yang dibangun terpisah dari bangunan masjid dan
pilar-pilar tersebut. Al-Husna Tower ini terdiri dari 19 lantai. Lantai 19
berupa gardu pandang dimana para turis bisa melihat kota Semarang, dengan
teropong yang disediakan. (Untuk ini, sediakan uang receh Rp 1000,00, logam
baru, atau bisa tukar dengan petugas yang jaga. Untuk satu logam uang seribu
rupiah, kita bisa menggunakan teropong selama 90 detik.) Lantai 18 berupa rumah
makan yang berputar 360 derajat. (Sayangnya waktu aku kesana, rumah makan ini
sedang tutup.) Sedangkan lantai 2 dan 3 berupa museum perkembangan Islam di
Jawa Tengah dan museum keterlibatan Islam dalam perkembangan negara Indonesia.
Di lantai dasar ada studio radio Dakwah Islam.
|
Masjid Agung Jawa Tengah |
|
pilar-pilar di MAJT |
Untuk
lebih meyakinkan bahwa MAJT ini dibangun tidak hanya untuk beribadah namun juga
untuk tempat kunjungan wisata religi, di kawasan MAJT kita bisa menemukan
deretan toko yang menjual pernak-pernik agama Islam, dan warung yang berjualan
makanan dan minuman. Tak juga ketinggalan ada wisma penginapan untuk turis yang
datang.
Untuk
menuju MAJT, dari arah Simpanglima, kita ke arah timur Jalan Ahmad Yani, terus
lurus hingga melewati 3 traffic light. Di traffic light keempat, kita belok
kiri, kita akan sampai di Jalan Gajah. MAJT terletak di Jalan Gajah Raya,
kurang lebih 1 kilometer dari traffic light keempat.
Gereja
1. Gereja Blenduk
Gereja
yang aslinya bernama GBIP Immanuel terletak di kawasan Kota Lama Semarang,
yakni Jalan Letjend Suprapto no 32. Gereja Blenduk adalah gereja Kristen tertua
di Jawa Tengah, dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1753
dengan bentuk heksagonal. Keistimewaan bangunan gereja ini adalah dibangun
menyatu dengan bangunan-bangunan di sekitarnya, tanpa pagar yang memisahkan.
Keistimewaan
di dalam gereja adalah orgel Barok yang juga telah berusia ratusan tahun namun
tetap bisa digunakan dengan sangat baik di tiap ibadah.
|
Gereja Blenduk dari depan |
Jika
kita berkunjung ke Gereja Blenduk, kita bisa sekaligus berwisata di Kawasan
Kota Lama yang masih sangat banyak menyimpan bangunan-bangunan kuno peninggalan
pemerintah kolonial Belanda.
2. Kapel Susteran Gedangan
Kompleks
Gereja Santo Yusuf – yang lebih dikenal sebagai Gereja Gedangan – terletak di
Jalan Ronggowarsito; terdiri dari bangunan gereja, gedung pertemuan, hingga Susteran
Fransiskus. Kebetulan waktu kesana, yang kumasuki adalah gedung Susteran
Fransiskus, dimana Suster Silvana yang menjabat sebagai suster kepala
menerimaku dan rombongan dengan ramah. Beliau langsung mengajak kita ke kapel
yang meski kecil namun menakjubkan indahnya.
|
Kapel Susteran dari luar |
|
dalam kapel Susteran |
Kompleks
Gereja Gedangan ini dibangun di awal abad 19, tepatnya sekitar tahun 1809. Meski
telah berdiri lebih dari 200 tahun, bangunannya tetaplah kokoh tak termakan
zaman. Bahkan lantainya tetap kinclong, meski berulang kali kawasan ini
terserang banjir rob. Pintu-pintunya terbuat dari kayu pilihan yang sangat
tebal. Dinding luar yang berwarna merah membuat kompleks ini juga dikenal
sebagai Gereja Merah.
Kelenteng
Banyak
kelenteng tersebar di kota Semarang, terutama di kawasan Pecinan Kota Lama. Untuk
ini aku akan memperkenalkan dua kelenteng yang telah cukup kondang di dunia
pariwisata di Semarang
1. Kelenteng Sam Po Kong
Kelenteng
Sam Po Kong – dulu lebih dikenal dengan nama ‘Gedung Batu’ – terletak di Desa
Simongan. Cerita berawal dari mampirnya Laksamana Cheng Ho – pemimpin ekspedisi
penjelajahan dari China – di awal abad 15. Untuk menandai bahwa dia pernah
mampir, Cheng Ho – yang juga dikenal dengan nama Sam Po Tay Djien – membangun
sebuah petilasan yakni berupa masjid karena dia adalah seorang Muslim. Namun
karena bentuknya yang berarsitektur China, oleh penduduk sekitar sekian ratus
tahun kemudian masjid ini berubah fungsi menjadi kelenteng.
|
kelentang Sam Po Kong |
|
patung Cheng Ho menghiasi |
Sam
Po Kong mengalami renovasi beberapa kali. Beberapa tahun terakhir nampaknya
pemerintah merenovasinya dengan semangat besar untuk menjadikannya sebagai salah
satu tujuan pariwisata religi. Banyak bangunan pendamping dibangun di kawasan
ini, tidak hanya kelenteng utama yang digunakan beribadah kaum Kong Hu Chu. Jika
dulu pengunjung tidak ditarik retribusi, sekarang kita diharuskan membeli tiket
seharga Rp. 3000,00 untuk pengunjung namun tidak boleh memasuki bangunan
kelenteng. Bagi yang ingin berziarah dan memasuki kelenteng, dipersilakan
membeli tiket seharga Rp. 20.000,00.
2. Kelenteng Tay Kak Sie
Kelenteng
satu ini terletak di Jalan Gang Lombok no 62 Pecinan Semarang. Didirikan pada
tahun 1746 (ada yang menyebut tahun 1772), semula hanya untuk memuja Dewi Kwan
Sie Im Po Sat, Yang Mulia Dewi Welas Asih, namun kemudian berkembang menjadi
kelenteng yang juga memuja Dewa Dewi Tao lainnya.
|
replika kapal Cheng Ho yang konon ukurannya mendekati ukuran asli kapal terkecil dalam ekspedisi pelayaran Cheng Ho |
|
kelenteng Tay Kak Sie dengan hiasan ular naga di atap yang berwarna biru |
Beberapa
tahun lalu oleh pemerintah kota Semarang, di sungai yang terletak di depan
Kelenteng, ditempatkan sebuah kapal / perahu yang berukuran lumayan, yang konon
merupakan replika kapal Laksamana Cheng Ho yang mendirikan Gedung Batu Sam Po
Kong. Pemkot berpikir bahwa keberadaan kapal itu akan menambah nilai positif
Kelenteng Tay Kak Sie dari segi pariwisata. Akan tetapi kondisi sungai yang
penuh kotoran dan tidak pernah dikeruk/dibersihkan ini, justru keberadaan kapal
membuat kondisi sungai semakin kotor dan kumuh hingga nampaknya Pemkot
berencana untuk memindahkan (menyingkirkan) replika kapal tersebut. Tahun 2008
lalu, waktu kondisi kapal masih baru dan bersih + bagus, beberapa kali dipilih
sebagai lokasi untuk menyelenggarakan beberapa event. Salah satunya – yang
kuhadiri waktu itu – adalah puncak acara perayaan Hari Kebangkitan Nasional
yang keseratus di Semarang tahun 2008: KETOPRAK PUTRI CINA.
Sejak
kurang lebih satu tahun yang lalu, di depan Kelenteng, diletakkan sebuah patung
besar Laksamana Cheng Ho, yang mendirikan Gedung Batu Sam Po Kong. Mungkin untuk
‘menemani’ replika kapal yang ada di sungai depan Kelenteng. :)
Berbeda
dangan Kelenteng Sam Po Kong dimana orang harus membeli tiket untuk masuk,
orang tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun untuk masuk ke Kelenteng Tay
Kak Sie. :)
Pagoda
Hanya ada
satu pagoda di kota Semarang, meski tinggi bangunannya tercatat oleh MURI
sebagai pagoda tertinggi di Indonesia pada tanggal 14 Juli 2006 ketika
diresmikan oleh Bhikku Pannavaro Mahathera. Ada yang menyebutnya sebagai Vihara
Buddhagaya Watu Gong namun juga ada yang menyebutnya dengan Pagoda
Avalokitesvara.
|
pagoda Avalokitesvara setinggi 7 tingkat |
|
patung raksasa Buddha yang sedang berbaring |
Pagoda
Avalokitesvara terletak di kawasan atas Semarang, Pudakpayung, sekitar 17
kilometer ke arah Selatan, berseberangan dengan kompleks Kodam Diponegoro. Selain
bangunan pagodanya yang tinggi menjulang, di halaman samping juga dibangun
patung Buddha yang sedang berbaring di bawah pohon Boddhi. Sementara di halaman
depan pagoda, ada patung Buddha duduk berukuran sedang yang juga diletakkan di
bawah pohon Boddhi yang cukup rindang.
Pagoda yang indah
dan bersuasana damai ini boleh dikunjungi oleh siapa saja, baik untuk beribadah
maupun untuk berwisata. Untuk masuk, pengunjung tidak perlu membeli tiket
masuk.
Pura
Hanya ada
sebuah pura untuk beribadah kaum Hindu yang tinggal di kawasan kota Semarang
dan sekitarnya yakni Pura Giri Natha yang terletak di Jalan Sumbing. Tidak
banyak informasi yang bisa didapat dari pura ini kecuali bahwa pura didirikan
pada tahun 1970, dirintis bersama-sama oleh para pemuka agama Hindu yang berada
di kota Semarang.
|
Pura Giri Natha |
Untuk ke
Jalan Sumbing, dari pertigaan RS Dr Kariadi Semarang, kita terus naik tanjakan
S. Parman (yang juga dikenal sebagai tanjakan Gajahmungkur). Sampai atas
tanjakan, kita akan menemukan SPBU, setelah SPBU ada jalan belok kiri, kita
belok kiri. Setelah melewati hotel Rinjani, ada jalan belok kanan, nah itulah
Jalan Sumbing. Pura Giri Natha terletak kurang lebih 200 meter dari pertigaan
itu.
Semarang
tidak kalah dengan kota-kota lain untuk tempat wisata religinya bukan? Ayo
mampir ke kota Semarang.
GG 16.00
25092013