BERSEPEDA = GENGSI TURUN?
Honestly, ketika pertama kali ingin mencoba
bersepeda ke tempat kerja, aku terkena penyakit gengsi ini. Sebagai guru, aku
seharusnya jaga image dong di mata anak-anak? Itu sebabnya, ketika pertama kali
mempraktekkan b2w, aku berangkat dari rumah pukul 14.00, padahal jam kerja
mulai jam 15.00, dan jarak rumah – tempat kursus hanya 2,5 kilometer yang bisa
kutempuh kurang dari 10 menit. Excuse utama ya itu tadi, jaga image. Jika berangkat
dari rumah pukul 14.00, sampai tempat kerja pukul 14.10 (paling lambat pukul
14.15), anak-anak belum sampai ke tempat mereka belajar English. Jadi tak satu pun dari mereka yang melihatku datang naik
sepeda. Waktu pulang pun, aku mengambil jeda kurang lebih 30 menit setelah jam
kursus selesai, yakni pukul 19.00.
Tapi ini
duluuuuuu sekali, di bulan Juli 2008.
Tak lama aku ‘mengidap’
penyakit ini. Yang ada justru aku merasa bangga, (sok) merasa ikut menjadi
salah satu pahlawan (kesiangan) yang turut serta mengurangi polusi di muka
bumi, selain tentu saja mengurangi ketergantungan pada BBM, demi generasi
penerus kita nanti. Apalagi dengan bike tag KOMUNITAS PEKERJA BERSEPEDA yang
menggantung imut di bawah sadel, aku benar-benar merasa (sok) heroik. LOL.
Lama-lama
penyakit ini benar-benar hilang dari kamusku. Tak lagi ada rasa perlu menjaga
gengsi, juga (sok) heroik sebagai penjaga lingkungan. Yang ada adalah kebutuhan
berolahraga. Dikarenakan ke(sok)sibukanku, aku tak lagi punya waktu luang untuk
berolahraga. Maka, bersepeda ke tempat kerja adalah pilihan yang sangat masuk
akal agar aku terus menjaga kesehatan (diri).
UU NO 22 TAHUN
2009
Bahwa kita
menjadi lebih berempati kepada para pesepeda (juga pejalan kaki) setelah kita
sendiri terjun bersepeda memang diakui oleh banyak teman yang telah menjadi ph raktisi
b2w. Jika semula mereka kadang merasa terganggu dengan laju sepeda (atau pun
kendaraan tidak bermotor lain) yang lamban, setelah bersepeda, mereka pun lebih
bersabar menghadapi pesepeda ketika mengendarai kendaraan bermotor.
Dengan adanya
beberapa pasal yang lebih mengutamakan para pesepeda, pejalan kaki, dan
penyandang cacat dalam UU NO 22 TAHUN 2009, sebenarnya para pesepeda, pejalan
kaki, dan penyandang cacat punya nilai lebih di jalan raya ketimbang para
pengendara kendaraan bermotor (Check this link out. ) karena UU tentang LALU LINTAS dan ANGKUTAN
JALAN itu telah jelas menyatakan posisi pesepeda, pejalan kaki, dan penyandang
cacat harus lebih diutamakan.
Barangkali UU
ini belum dikenal masyarakat secara luas hingga hal ini menjadi pe-er bagi kita
untuk lebih mengenalkannya. Sudah kulihat beberapa kali spanduk yang terbentang
di titik-titik tertentu di pinggir jalan kota Semarang dan beberapa kota lain
tentang UU no 22 tahun 2009, terutama pasal 62 ayat 1 dan 2, meskipun mungkin
sosialisasinya masih kurang.
Terus terang aku
merasa sangat amat terganggu ketika menghadiri sebuah seminar tentang MANFAAT
BERSEPEDA BAGI KESEHATAN waktu salah satu pembicara (untuk tidak menuding salah
satu dari mereka) merasa tidak dihargai sebagai manusia tatkala bersepeda
dipepet oleh orang yang mengendarai kendaraan bermotor, entah sepeda motor atau
pun mobil. Mungkin ketika dipepet ini dia merasa tidak dihargai, terlecehkan
karena mengendarai sepeda yang (sayangnya) di masyarakat masih dianggap moda
transportasi yang murah(an). Karena merasa terlecehkan, dia merasa perlu
ngomel, “Asal kamu tau aja ya sepedaku ini harganya sama dengan harga mobil
yang kamu kendarai!” Atau, “Hey, kamu tau ga? Sepedaku ini jika dijual uangnya
bisa kupakai sepeda motor jenis yang kamu kendarai ini lima buah sekaligus!”
Jika seseorang
yang merasa menaiki sepeda mahal tak layak dilecehkan di jalan raya, apakah
lantas hal ini berarti mereka yang naik sepeda murah layak dilecehkan? Terpinggirkan?
UU no 22 tahun
2009 pasal 102 ayat 2 berbunyi: SETIAP ORANG YANG MENGEMUDIKAN KENDARAAN
BERMOTOR DI JALAN WAJIB MENGUTAMAKAN KESELAMATAN PEJALAN KAKI DAN PESEPEDA.
Tak peduli
berapa pun harga sepeda yang dinaiki.
Maka, bukankah
lebih indah jika kita memasyarakatkan UU no 22 tahun 2009 ini ketimbang
ngomel-ngomel harga sepeda yang kita naiki kepada para pengguna jalan? Buang saja
harga diri yang ketinggian hanya gegara naik sepeda harga puluhan juta rupiah. Mari
kita sama-sama saling menghormati sesama pengguna jalan!
PT56 09.52 26122013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar