Cari

Selasa, Desember 04, 2007

Kaligawe banjir

Hari Senin 3 Desember 2007 seusai mengajar pukul 19.00, tiba-tiba hujan turun dengan deras tatkala aku menuruni tangga, meninggalkan kelas untuk menuju ruang guru. Semenjak aku “commute” Semarang-Demak-Semarang mulai tanggal 20 November 2007, aku selalu merasa “excited” yang lebih cenderung ke “anxious” kalau hujan tiba. What is Kaligawe like? Kawasan Kaligawe, Semarang ke arah Utara, menuju ke Terminal Terboyo, memang terkenal (atawa ‘tercemar’) dua hal: macet dan banjir. Apalagi hujan Senin malam itu deras, bahkan sampai aku meninggalkan kantor pukul 21.00 (tertahan di kantor gara-gara hujan itu), hujan masih turun dengan cukup deras. Aku memang membawa mantel, namun aku eman-eman aja sepatuku bakal basah kuyup.
“Emang kamu cuma punya sepatu satu pasang Na?”
Well, aku punya satu pasang sepatu boots lain yang berukuran 36, ukuran “asli” kakiku yang mengikuti standard kecantikan kaki perempuan China di zaman dahulu LOL. Aku juga masih punya dua pasang sepatu high-heeled lain, yang dengan alasan tidak jelas, aku malas memakainya. LOL. (Khawatir kalau “trade mark” si pemakai busana serba hitam plus sepatu boots hitam diserobot orang di kantor tempat aku bekerja LOL.) Satu-satunya sepatu yang paling suka kupakai ya sepatu boots-ku yang berukuran “tidak asli” yakni ukuran 37, yang sudah lecet di sana sini, terutama gara-gara aku jatuh dari motor, kaki kananku terseret beberapa meter, sekitar dua tahun yang lalu, plus sering kupakai untuk menstarter motor kalau “automatic starter” nya ngadat. Ukuran yang satu nomor lebih besar dari “ukuran asli” kakiku yang mungil ini membuatku leluasa memakai “kaos kaki bola” (LOL) yang rada tebal itu untuk melindungi kakiku. Kalau memakai sepatu boots yang berukuran 36, ga bisa lah aku memakai kaos kaki bola, karena bakal sempit.
Tatkala aku akhirnya meninggalkan kantor, hujan yang sudah agak mereda ternyata membuat sepatuku aman, alias tidak basah kuyup kemasukan air hujan.
****
Selasa 4 Desember aku sudah siap duduk di teras sekitar pukul 05.15, menunggu Pak Har menjemput. Kira-kira nanti kita lewat jalan mana ya untuk menghindari banjir di Kaligawe? FYI, mobil yang biasa dinaiki Pak Har itu saingan mungilnya dengan diriku (plus ukuran kakiku LOL). Kasihan kalau dipaksa melewati banjir di Kaligawe. (Dijamin, Abangku ga bakal muat naik mobil itu LOL, kepalanya bakal kejedot langit-langit mobil, plus kakinya harus menekuk dalam-dalam, yang tentu membuatnya ga bakal bisa melakukan salah satu hobbynya: menjadi pereli antar negara. LOL.)
Pak Har datang sekitar pukul 05.35. Seolah membaca pertanyaan “Mau lewat mana Pak?” yang tertulis di jidatku LOL, beliau bilang, “Kaligawe tentu banjir parah mbak. Nanti kita lewat jalan arteri saja.”
Aku yang cuma jadi penumpang tentu pasrah sajalah. LOL. And you can guess. Selama perjalanan menuju Sayung (daerah setelah Kaligawe), melewati arteri, Nana yang homebody type ini pun tiba-tiba menjadi turis lokal. LOL. Aku terbengong-benong memandang daerah di kotaku yang sangat asing di mataku. Dan ternyata Pak Har diam-diam memandangiku yang nampak begitu antusias melihat ke arah kanan kiri, bertanya kepadanya, “Itu gedung apa Pak ya?” tatkala aku melihat sebuah gedung yang lumayan mencolok bagiku.
Setelah melewati daerah pertigaan Terboyo—Tlogosari—Demak, seperti biasa aku memandangi sungai yang ada di pinggir sebelah kiri, yang airnya hanya sedikit, dan keruh, namun tetap saja dipakai orang-orang di daerah sekitar untuk mencuci, dll. Tiba-tiba Pak Har nyeletuk, “Masih suka memandangi sungai itu toh mbak?” LOL. LOL.
Seperti orang yang ketahuan nyolong mangga, LOL, aku menjawab, “Saya pengen lihat apakah sungai ini bakal penuh berisi air setelah hujan turun.”
FYI, meskipun Demak terletak tidak jauh dari Semarang, Demak ternyata terkenal sebagai daerah yang sulit air. Itu sebab di Demak tidak pernah ada berita kebanjiran.
****
Perjalanan pulang dari Demak, terutama tatkala melewati Kaligawe, dengan antusias aku menjepret pemandangan banjir di depan mataku, untuk menghindari kejenuhan macet. Seseorang yang duduk di sampingku memandangku dengan heran, perhaps he thought, “What the hell is this lady doing? Who the hell is she? Banjir begitu saja kok difoto.” LOL.
Ini dia foto-foto hasil jepretanku, menggunakan digital camera yang ada dalam hape Samsung SGH X640, diambil dari dalam bus. Kalau hasilnya seadanya, ya mohon dimaklumi. :) Aku salut pada mereka yang naik motor, dan nekad melewati kawasan Kaligawe yang sedang banjir, meskipun aku heran juga, ada jalan alternatif—jalan arteri—mengapa mereka tetap memilih jalan itu? Efisiensi waktu? Probably.





Yang di bawah ini banjir di daerah lain.

Semarang memang penuh air. :( Akankah ada walikota terpilih yang bakal bisa membebaskan Semarang dari “masalah klasik” ini? (Inget lagunya Waljinah “Semarang kaline banjir” ...)
PT56 11.33 041207

1 komentar:

  1. wani ra wani ya kudu wani mbak.. kepepet he..

    buang sampah di kali yuk..hihihi

    BalasHapus