Sekian puluh tahun
yang lalu (yup, saya sudah tua. Lol.) saya punya seorang rekan kerja laki-laki
yang( menurut saya) cerdas. Saya bayangkan dia tentu akan memilih seorang
perempuan yang cerdas untuk menjadi pasangan hidupnya. Waktu saya tahu dia
mulai 'flirting' seorang kawan kerja lain, perempuan, cantik jelita, namun
kecerdasannya pas-pasan, saya pikir dia hanya sekedar flirting, ga lebih dari
itu. Apalagi setahu saya si perempuan sudah punya pacar. Maka betapa kaget saya
waktu tahu bahwa si laki-laki serius.
Singkat cerita,
kawan laki-laki saya ini berhasil memenangkan hati si perempuan yang cantik
jelita itu. Satu kali saya mendapatkan undangan pernikahan mereka. Oh, betapa
pilihan orang itu sering tak terduga ya?
Beberapa tahun
kemudian, di satu tempat kerja lain, saya punya seorang kawan kerja perempuan
yang cerdas. Di luar dugaan ternyata kawan kerja perempuan ini adalah adik
laki-laki si laki-laki yang saya kisahkan di atas. Betapa dunia ini sempit. :)
oh no, Semarang memang sempit. Lol. Saya dan dia lumayan sering ngobrol, mulai
dari hal-hal serius tentang materi ajar (kita sama-sama mengampu mata kuliah
yang berbau Sastra) sampai akhirnya saya tahu bahwa dia adik si laki-laki yang
pernah menjadi rekan kerja saya di instansi lain, sekian tahun lalu.
Out of curiosity,
saya bertanya tentang istri kakaknya itu. Di luar dugaan (lagi! Lol) ternyata
dia dan adiknya pun menyayangkan pilihan kakaknya. "Memang dia cantik sih
mbak, tapi ya gitu deh, seperti porselen, Cuma bisa dilihat, tapi kalau diajak bahas
sesuatu, ga paham."
"Eh, saya ga
sangka lho ternyata kakakmu yang cerdas itu memilih perempuan itu sebagai
istrinya." kata saya.
"Mungkin
kakakku tipe laki-laki yang berpikir bahwa istri itu kanca wingking, selain
yang bisa dipamerkan pada dunia luar bahwa istrinya cantik."
"Kupikir
laki-laki yang berpikir seperti itu adalah laki-laki yang tidak pede pada
dirinya sendiri, tidak pede pada kecerdasannya di depan perempuan. Padahal
kakakmu itu kan cerdas ya."
"entahlah mbak,
sebagai adiknya aku juga ga tahu apa yang jadi pertimbangannya ketika memilih
istri." kata kawan saya.
"Meski konon
kecerdasan anak-anak itu menurun dari sang ibu, semoga keponakan-keponakanmu
menuruni kecerdasan ayahnya," sahut saya.
Note:
- Obrolan ini terjadi hampir 20 tahun lalu.
- Mendadak saya pingin nyinyir hari ini. Lol. Saya nyinyir, maka saya eksis. Ini motto saya hari ini. Lol.
- Mendadak teringat kisah sekian puluh tahun lalu ini gegara melihat fenomena perempuan-perempuan cantik namun tidak kritis menganalisis apa yang sedang terjadi di tahun politik ini. Saya tidak (lagi merasa) cantik jadi bebas. Lol. Oh ya, saya lupa, ada pemahaman "beauty is in the eyes of the beholder" kok ya. Standar cantik ini pun hanya sekedar persepsi, seperti bego. Kekekekeke …
13.38 14/01/2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar