Cari

Selasa, Agustus 19, 2014

Candi Penataran

Saat bikepacking ke Blitar dan Malang, tentu aku dan Ranz menyempatkan diri mampir ke Candi Penataran yang terletak di kaki gunung Kelud. Setelah gowes ke Candi Sawentar, aku dan Ranz melanjutkan perjalanan menuju Candi Penataran, sebelum balik ke kota Blitar.

Konon nama asli Candi Penataran -- yang pertama kali ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles yang pada tahun 1815 menjabat sebagai Letnan Gubernur Jendral pada masa kolonial Belanda -- adalah Candi Palah. Nama Candi Palah ini disebut dalam prasasti Palah, dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Crnga (Syrenggra) yang bergelar Sri Maharaja Sri Sarwegwara Triwikramawataranindita Crenggalancana Digwijayotunggadewa yang memerintah Kerajaan Kediri pada tahun 1190 - 1200. Candi Palah (Penataran) dibangun di lereng Gubung Kelud sebagai tempat upacara pemujaan agar dapat menetralisir atau menghindai mara bahaya yang disebagkan oleh Gunung Kelud yang sering meletus. Dalam kitab Negarakertagama Mpu Prapanca menulis bahwa Raja Hayam Wuruk pernah mengunjungi Candi Palah untuk melakukan pemujaan terhadap Hyang Acapalat yang merupakan perwujudan Dewa Syiwa sebagai penguasa gunung. Candi Palah juga disebut sebagai lokasi tempat perabuan Raja Ken Arok.

Seperti kebanyakan kompleks candi lain, pertama kali kita masuk kompleks Candi Penataran, kita akan disambut oleh dua buah arca dwarapala yang berupa raksasa memegang gada. Bale Agung adalah bangunan terdepan yang kita temui setelah melewati arca dwarapala. Bale Agung ini adalah sebuah bangunan berukuran 37 meter kali 18,84 meter dengan tinggi 1,44 meter.

Setelah melewati Bale Agung, kita akan sampai pendopo teras yang merupakan bangunan berukuran 29 meter kali 9,22 meter dengan tinggi 1,5 meter. Pendopo ini diperkirakan dulunya berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan berbagai sesaji.

Candi naga terletak di bangian tengah halaman kompleks Candi Penataran. Candi ini hanya tersisa pada bagian kaki dan badannya, dengan ukuran 4,83 meter kali 6,57 meter dengan tinggi 4,7 meter. Sedangkan candi induk terletak di bagian belakang kompleks. Candi induk ini berupa bangunan dengan ketinggian sekitar 7,19 meter yang terdiri dari 3 teras. Di setiap sisi candi terdapat tangga dengan patung Mahakala yang berangka tahun 1347. Pada dinding candi utama ini terdapat pahatan relief dari cerita Ramayana.




arca dwarapala




candi utama

pendopo





Candi Sawentar

Biasanya orang yang berkunjung ke Blitar dan kepengen mengunjungi candi, mereka akan langsung menuju Candi Penataran. Padahal ada lho candi lain yang juga layak dikunjungi: Candi SAWENTAR. Ketika bikepacking ke Blitar dan Malang, aku menyempatkan diri mampir ke Candi yang merupakan candi Hindu ini.

Candi Sawentar merupakan peninggalan kerajaan Majapahit; terletak di Dusun Centong, Desa Sawentar, Kecamatan Panigoro. Kompleks Candi Sawentar berada di atas lahan seluas 1565 meter persegi. Seperti Candi Tikus di Trowulan atau Candi Sambisari di Jogja, Candi Sawentar terletak di bawah tanah, (lebih rendah dibanding tanah yang mengelilinginyar, sekitar 4 mete). Jadi jika pengunjung akan mendekati candi, mereka harus menuruni tangga.

Meski ada bagian candi yang pecah -- hingga secara keseluruhan tak lagi utuh -- kondisi candi sekarang lumayan megah. Lahan di sekitarnya ditanami rumput dan tanaman yang ditata dan dipelihara dengan rapi. Menurut Sugeng Ahmadi -- seorang petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan, penggalian candi Sawentar pertama kali dilaksanakan pada tahun 1915.

Candi Sawentar dibangun sebagai tempat pemujaan dan semedi. Ikonografi reliefnya tidak begitu banyak. Lukisan pada candi didominasi oleh gambar Kala yang cukup besar pada empat sisi candi bagian atas Kala berbentuk seperti potongan kepala raksasa dengan taring terhunus, dan bola mata yang melotot menandakan fungsinya sebagai penjaga keamanan.

Bangunan utama candi sisi sebelah barat merupakan pintu masuk ke tempat pemujaan. Di dalam tempat pemujaan terdapat yoni dan surya majapahit. Yoni berupa batu persegi berukuran kurang lebih satu meter, yang di tengahnya berlubang. Bentuknya menyerupai lumpang sebagai simbul kesuburan. Surya Majapahit merupakan  sebuah simbol yang melambangkan kebesaran atau kejayaan kerajaan Majaphit.

18.58 19/08/2014

Berikut beberapa foto jepretan waktu aku dan Ranz kesana. :)














Sabtu, Agustus 09, 2014

Vihara Dhammadipa - Batu Malang

Padepokan vihara Dhammadipa terletak di Jalan Ir. Sukarno no. 44 (Mojorejo) Batu. Sangat mudah menemukan vihara ini, asal teliti ketika dalam perjalanan dari (kota) Malang menuju Batu. Dan jika telah menemukan lokasinya, jangan ragu-ragu untuk masuk karena meski vihara ini adalah pusat latihan meditasi Vipassana, vihara juga terbuka untuk turis yang ingin mengagumi keindahan bangunan yang ada.

Padepokan Dhammadipa Arama merupakan pusat latihan meditasi Vipassana, yang dilengkapi dengan gedung ‘Patirupaka Shwedagon’ yang ternyata adalah replika Pagoda Patirupaka Shewedagon Myanmar. Gedung yang megah ini berada di bagian belakang padepokan, dekat dengan tempat bermeditasi/dhammasala. Ada juga museum dimana di dalamnya ada ruang-ruang yang mengkhususkan wilayah penyebaran agama Buddha di seluruh dunia. Akan tetapi aku dan Ranz tidak berani masuk ke museum mengingat pintunya tertutup, dan kita tidak ada guide yang menemani.

jangan lupa di bagian belakang kawasan padepokan ini, kita juga akan menemukan patung Buddha dalam ukuran raksasa yang sedang berbaring. Patung Buddha inilah merupakan daya tarik utama bagiku pribadi. :)

Karena merupakan pusat latihan meditasi Vipassana, bisa dibayangkan betapa sunyi dan damai suasana Dhammadipa Arama. Lokasinya yang sudah dekat kawasan Batu tentu membuat suhu udara lumayan sejuk sehingga sangat menyenangkan. Di ruang khusus bermeditasi, kita melihat lumayan banyak mereka yang sedang bermeditasi, semua mengenakan baju berwarna putih, terlihat begitu suci dan damai. 

Berikut beberapa foto yang dijepret waktu kita kesana.